Minggu, 24 Juli 2011

curahan hari ini

lelah penat jiwa menanti...
menanti ketidakpastian
menanti senyum yang belum tersenyum hingga akhir pekan ini
menguji keikhlasan dalam hati...

Andai jawab bisa memastikan
Andai waktu bisa berputar cepat
Andai kandil terpaut padaku
ku ingin hari ini adalah penatian terakhirKu

Tuhan, kadil gemerlapku
jika sabar adalah uji diri
ikhlas benteng nurani
ku ingin memohon itu selalu ada padaku

biar ku tetap bertahan
biar ku selalu semangat
dalam penantian ini
untuk masa depan yang lebih ceria...


Makassar,, 25 Juli 2011
di depan kantor Jurusan
pada masa penantian panjang untk messa depan yang lebih ceria

Bimbingan dan Konseling Keluarga

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Pada dasarnya setiap manusia mendambakan hubungan keluarga yang harmonis karena hal ini sangat menentukan untuk menciptakan lingkungan yang baik dalam suasana kekeluargaan dan menjadi pusat ketenangan hidup (Bambang, 2000 :52). Setiap keluarga selalu mendambakan terciptanya keluarga bahagia dan tidak jarang setiap keluarga mengusahakan kebahagiaan dengan berbagai jalan dan upaya. Bahkan mereka menempa anak-anaknya agar mampumempersiapkan diri dalam membentuk kehidupan dalam berkeluarga yang bahagia, sesuai dengan apa yang didambakan orang tuanya.
Meniti pada hal tersebut, maka perlu adanya perluasan layanan utamanya pada layanan bimbingan dan konseling keluarga sebagai salah satu teknik peberian bantuan yang diberikan konselor kepada anggota-anggota keluarganya yang bermasalah, dengan tujuan agar mereka dapat memecahka sendiri masalah-masalah yang mereka hadapi, yang pada gilirannya anggota-anggota keluarga tersebut dapat kembali menjadi well adjusted person dan keluarga sebagai suatu system social kembali menjadi harmonis dan fungsional. (Mahmud, A dan Sunarty, K. 2006: 7).
Berdasar pada keinginan dasar manusia untuk mencapai keluarga yang harmonis, maka penulis berusaha mendeskripsikan bimbingan dan konseling keluarga serta bagaimana keluarga bahagia itu.

B. Rumusan Masalah.
Pada makalah ini kami akan membahas beberapa hal mengenai Keluarga Bahagia, antara lain :
1. Pengertian keluarga
2. Fungsi keluarga
3. Asumsi dasar bimbingan dan keluarga
4. Tujuan bimbingan dan konseling keluarga
5. Pengertian kepribadian Keluarga Bahagia
6. Ciri-ciri Keluargan Bahagia
7. Kendala-kendala dalam mencapai Keluaraga Bahagia
8. Faktor-faktor penentu Keluarga Bahagia
C. Tujuan penulisan
Dalam penulisaan makalah ini, kami mempunyai tujuan antara lain :
a. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah “Bimbingan dan Konseling Keluarga”.
b. Memperluas wawasan mengenai Keluarga.
c. Mengetahui perkembangan Keluarga Bahagia.
d. Mengetahui hakikat Keluarga Bahagia.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keluarga
Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan berpendapat bahwa keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing-masing anggotanya.
Sigmund Freud keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Bahwa menurut beliau keluarga merupakan manifestasi daripada dorongan seksual sehingga landasan keluarga itu adalah kehidupan seksual suami isteri.
Dhurkeim berpendapat bahwa keluarga adalah lembaga sosial sebagai hasil faktor-faktor politik, ekonomi dan lingkungan.
Keluarga adalah unit satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Sehingga keluarga itu terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Keluarga Kecil atau “Nuclear Family”
Keluarga inti adalah unit keluarga yang terdiri dari suami, isteri, dan anak-anak mereka; yang kadang-kadang disebut juga sebagai “conjugal”-family.
b. Keluarga Besar “Extended Family”
Keluarga besar didasarkan pada hubungan darah dari sejumlah besar orang, yang meliputi orang tua, anak, kakek-nenek, paman, bibi, kemenekan, dan seterusnya. Unit keluarga ini sering disebut sebagai ‘conguine family’ (berdasarkan pertalian darah).
Adapun konsep dasar dari pelayanan konseling keluarga adalah untuk membantu keluarga menjadi bahagia dan sejahtera dalam mencapai kehidupan efektif sehari-hari. Konseling keluarga merupakan suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai kondisi psikologis yang serasi atau seimbang sehingga semua anggota keluarga bahagia.
Ikatan bathin merupakan ikatan yang bersifat psikologis. Maksudnya diantara suami dan istri harus saling mencintai satu sama lain, tidak ada paksaan dalam menjalani perkawinan. Kedua ikatan, yaitu ikatan lahir dan bathin merupakan tuntutan dalam perkawinan yang sangat mempengaruhi keutuhan sebuah keluarga. Tipe keluarga yang umumnya dikenal adalah dua tipe, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga yang diperluas (extended family). Beberapa karakteristik keluarga bahagia yang menjadi tujuan dari konseling keluarga antara lain: (1) menunjukkan penyesuaian yang tinggi, (2) menunjukkan kerja sama yang tinggi, (3) mengekspresikan perasaan cinta kasih sayang, altruistik dan teman sejati dengan sikap dan kata-kata (terbuka), (4) tujuan keluarga difokuskan kepada kebahagiaan anggota keluarga, (5) menunjukkan komunikasi yang terbuka, sopan, dan positif, (6) menunjukkan budaya saling menghargai dan memuji, (7) menunjukkan budaya saling membagi, (8) kedua pasangan menampilkan emosi yang stabil, suka memperhatikan kebutuhan orang lain, suka mengalah, ramah, percaya diri, penilaian diri yang tinggi, dan (9) komunikasi terbuka dan positif.
Pada umumnya masalah-masalah yang muncul dalam keluarga adalah berkenaan dengan: (1) masalah hubungan sosial-emosional antar anggota keluarga, (2) masalah hubungan antar keluarga, (3) masalah ekonomi, (4) masalah pekerjaan, (5) masalah pendidikan, (6) masalah kesehatan, (7) masalah seks, dan (8) masalah keyakinan atau agama.
B. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi – fungsi Keluarga.
a. Pengertian Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan- pekerjaan atau tugas-tugas yang harus dilaksanakan di dalam atau oleh keluarga itu.
b. Macam-macam Fungsi Keluarga.
Pekerjaan – pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh keluarga itu dapat digolongkan/ dirinci ke dalam beberapa fungsi, yaitu:
1) Fungsi Biologis
Persiapan perkawinan yang perlu dilakukan oleh orang-orang tua bagi anak anaknya dapat berbentuk antara lain pengetahuan tentang kehidupan sex bagi suami isteri, pengetahuan untuk mengurus rumah tangga bagi ang isteri, tugas dan kewajiban bagi suami, memelihara pendidikan bagi anak-anak dan lain-lain. Setiap manusia pada hakiaktnya terdapat semacam tuntutan biologis bagi kelangsungan hidup keturunannya, melalui perkawinan.


2) Fungsi Pemeliharaan.
Keluarga diwajibkan untuk berusaha agar setiap anggotanya dapat terlindung dari gangguan-gangguan.
3) Fungsi Ekonomi
Keluarga berusaha menyelenggarakan kebutuhan pokok manusia, yaitu:
a) Kebutuhan makan dan minum.
b) Kebutuhan pakaian untuk menutup tubuhnya
c) Kebutuhan tempat tinggal.
Berhubungan dengan fungsi penyelenggaraan kebutuhan pokok ini maka orang tua diwajibkan untuk berusaha keras agar supaya setiap anggota keluarga dapat cukup makan dan minum, cukup pakaian serta tempat tinggal.
4) Fungsi Keagamaan
Keluarga diwajibkan untuk menjalani dan mendalami serta mengamalkan ajaran-ajaran agama dalam pelakunya sebagai manusia yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
5) Fungsi Sosial.
Dengan fungsi ini kebudayaan yang diwariskan itu adalah kebudayaan yang telah dimiliki oleh generasi tua, yaitu ayah dan ibu, diwariskan kepada anak-anaknya dalam bentuk antara lain sopan santun, bahasa, cara bertingkah laku, ukuran tentang baik burukna perbuatan dan lain-lain.
Dengan fungsi ini keluarga berusaha untuk mempersiapkan anak-anaknya bekal-bekal selengkapnya dengan memperkenalkan nilai-nilai dan sikap-sikap yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan-perananyang diharapkan akan mereka jalankan keak bila dewasa. Dengan demikian terjadi apa yang disebut dengan istilah sosialisasi.
Dalam buku Ilmu Sosial Dasar karangan Drs. Soewaryo Wangsanegara, dikatakan bahwa fungsi-fungsi keluarga meliputi beberapa hal sebagai berikut:
a) Pembentukan kepribadian.
b) Sebagai alat reproduksi.
c) Keluarga merupakan eksponen dari kebudayaan masyarakat.
d) Sebagai lembaga perkumpulan perekonomian.
e) Keluarga berfungsi sebagai pusat pengasuhan dan pendidikan.
Keberadaan sebuah keluarga pada hakikatnya untuk memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut : (1) fungsi kasih sayang, yaitu memberikan cinta erotik, cinta kasih sayang, cinta altruistik, dan cinta teman sejati, (2) fungsi ekonomi, (3) fungsi status, (4) fungsi pendidikan, (5) fungsi perlindungan, (6) fungsi keagamaan, (7) fungsi rekreasi, dan (8) fungsi pengaturan seks.
C. Asumsi Dasar Konseling Keluarga
Adapun inti dari pelaksanaan konseling keluarga sebagai salah satu layanan profesional dari seorang konselor didasari oleh asumsi dasar sebagai berikut:
1. Terjadinya perasaan kecewa, tertekan atau sakitnya seorang anggota keluarga bukan hanya disebabkan oleh dirinya sendiri, melainkan oleh interaksi yang tidak sehat dengan anggota keluarga yang lain.
2. Ketidak tahuan individu dalam keluarga tentang peranannya dalam menjalani kehidupan keluarga.
3. Situasi hubungan suami-isteri dan antar keluarga lainya.
4. Penyesuaian diri yang kurang sempurna dalam sebuah keluarga sangat mempengaruhi situasi psikologis dalam keluarga.
5. Konseling keluarga diharapkan mampu membantu keluarga mencapai penyesuaian diri yang tinggi diantara seluruh anggota keluarga.
6. Interaksi kedua orang tua sangat mempengaruhi hubungan semua anggota keluarga. Hal ini dikemukakan oleh Perez (1979) menyatakan sebagai berikut:
Family therapi is an interactive proses which seeks to aid the family in regainnga homeostatic balance with all the members are confortable.
Dari definisi di atas konseling keluarga merupakan suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai kondisi psikologis yang serasi atau seimbang sehingga semua anggota keluarga bahagia.
Ini berarti bahwa sebuah keluarga membutuhkan pendekatan yang beragam untuk menyelesaikan masalah yang dialami oleh anggota keluarga. Rumusan di atas memuat dua implikasi yaitu; terganggunya kondisi seorang anggota keluarga merupakan hasil adaptasi/interaksi terhadap lingkungan yang sakit yang diciptakan didalam keluarga. Kedua, seorang anggota keluarga yang mengalami gangguan emosional akan mempengaruhi suasana dan interaksi anggota keluarga yang lain, sehingga diupayakan pemberian bantuan melalui konseling keluarga. Terlaksananya konseling keluarga akan membantu anggota keluarga mencapai keseimbangan psiko dan psikis sehingga terwujudnya rasa bahagia dan kenyamanan bagi semua anggota keluarga.
D. Tujuan Konseling Keluarga
Tujuan dari konseling keluarga pada hakikatnya merupakan layanan yang bersifat profesional yang bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Membantu anggota keluarga belajar dan memahami bahwa dinamika keluarga merupakan hasil pengaruh hubungan antar anggota keluarga.
2. Membantu anggota keluarga dapat menerima kenyataan bahwa bila salah satu anggota keluarga mengalami masalah, dia akan dapat memberikan pengaruh, baik pada persepsi, harapan, maupun interaksi dengan anggota keluarga yang lain.
3. Upaya melaksanakan konseling keluarga kepada anggota keluarga dapat mengupayakan tumbuh dan berkembang suatu keseimbangan dalam kehidupan berumah tangga.
4. Mengembangkan rasa penghargaan diri dari seluruh anggota keluarga kepada anggota keluarga yang lain.
5. Membantu anggota keluarga mencapai kesehatan fisik agar fungsi keluarga menjadi maksimal.
6. Membantu individu keluarga yang dalam keadaan sadar tentang kondisi dirinya yang bermasalah, untuk mencapai pemahaman yang lebih baik tentang dirinya sendiri dan nasibnya sehubungan dengan kehidupan keluarganya.
Agar mampu mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, maka seorang konselor keluarga hendaknya memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memiliki kemampuan berfikir cerdas, berwawasan yang luas, serta komunikasi yang tangkas dengan penerapan moral yang laras dengan penerapan teknik-teknik konseling yang tangkas
2. Etika professional, yakni kemampuan memahami dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah pelayanan konseling yang dipadukan dalam hubungan pelayanan konseling terhadap anggota keluarga.
3. Terlatih dan terampil dalam melaksanakan konseling keluarga.
4. Mampu menampilkan ciri-ciri karakter dan kepribadian untuk menangani interaksi yang kompleks pasangan yang sedang konflik dan mendapatkan latihan untuk memiliki keterampilan khusus.
5. Memiliki pengetahuan yang logis tentang hakikat keluarga den kehidupan berkeluarga.
6. Memiliki jiwa yang terbuka dan fleksibel dalam melaksanakan konseling keluarga.
7. Harus obyektif setiap saat dalam menelaah dan menganalisa masalah.
E. Pengertian Keluarga Bahagia
Keluarga bahagia adalah identik dengan keluarga yang harmonis sangat menentukan untuk menciptakan lingkungan yang baik dalam suasana kekeluargaan dan menjadi pusat ketenangan hidup (Bambang, 2000 :52). Setiap keluarga selalu mendambakan terciptanya keluarga bahagia dan tidak jarang setiap keluarga mengusahakan kebahagiaan dengan berbagai jalan dan upaya. Bahkan mereka menempa anak-anaknya agar mampumempersiapkan diri dalam membentuk kehidupan dalam berkeluarga yang bahagia, sesuai dengan apa yang didambakan orang tuanya.
Keluarga bahagia dan sejahtera adalah tujuan dan sekaligus harapan ideal sebuah keluarga Indonesia. Kata bahagia selalu dikaitkan dengan aspek psikologis dan ukuran-ukuran perasaan yang paling dalam. Sementara kata sejahtera dikaitkan dengan keluarga yag cukup dalam pemenuhan kebutuhan hidup seperti sandang, pangan, dan papan. Keadaan cukup tentu bersifat relatif, tetapi di dalamnya terkandung makna mampu memenuhi kebutuhan minimal, sehingga keadaan seperti itu dapat menciptakan suasana dalam keluarga tenang. Bahagia dan sejahtera dalam konteks keluarga seolah-olah mengandung pengertian tunggal, karena menggambarkan adanya situasi seimbang antara suasana batin (rohani) dan suasana lahir (jasmani). Singkat kata, sebuah keluarga belum disebut bahagia jika hanya berkecukupan harta benda, namun tidak menikmati suasana batin yang baik.
Di samping itu kelurga bahagia akan terealisasikan apabila kebutuhan-kebutuhn setiap individu di dalam keluarga terpenuhi sebagai kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan individu ada dua jenis yaitu :
1. Kebutuhan Biologis.
Kebutuhan biologis adalah kebutuhan akan sandang, pangan, papan, seks serta aspek-aspek yang lainnya yang merupakan pemenuhn kebutahan fisik setiap individu lainnya.

2. Kebutuhan Sosiologos/Psikologi.
Kebutuhan sosiopsychis adalah kebutuhan akan harga diri, rasa aman, tentram, kebutuhan religius, kebutuhan akan keindahan, rasa kebebasan, rasa mengenal, rasa sukses.
Kebahagiaan sebagai tujuan pembentukan keluarga merupakan ikitan jiwa seseorang suami dan istri dalam lingkungan keluarga dipengaruhi dan pengabdia tulus diantara mereka, memberikan pancaran kesucian tertentu dan nilaisangant tingi kepada kehidupan keluarga.
F. Ciri-Ciri Keluarga Bahagia
Keluarga yang di Idealkan oleh manuasia adalah keuarga yang memiliki mental sehat demikian : sakinah (perasaan tenang), mawaddah (cinta), dan ramah (kasih sayang). Antar keluarga saling menyayangi dan merindukan. Sang Ayah menyayangi, mencintai dan merindukan anak dan Ibu dari Anak-anaknya. Sang Ibu mencintai dan merindukan anak-anak dai Ayahnya. Sang anakpun demikian mencintai, merindukan Ayah dan Ibunya. Dengan demikian diantara mereka terdapat suatu kesatuan (unity) terhadap yang lain. Ciri-ciri pola hubungan yang melekat pada keluarga yang bahagia adalah (1) Kesatuan dengan Sang Pencipta . (2) kesatuan dengan alam semesta (3) komitmen (4) tausiyah dan feedback (5) keluesan (6) kesatuan fisik (7) dan hunbungan seks yang sehat (8) bekerjasama (9) saling percaya dan lain-lain.
Menurut Danuri (1999:19) ciriciri keluarga bahagia diantaranya :
1. Adanya ketenangan jiwa yang dilandasi oleh ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Hubungan yang harmonis antara individu dengan individu lain dalam keluarga dan masyarakat.
3. Terjamin kesehatan jasmani, rohani, dan sosial.
4. Cukup sandang, pangan, dan papan.
5. Adanya jaminan hukum terutama hak azasi manusia.
6. Tersedianya pelayanan pendidikan yang wajar.
7. Ada jaminan di hari tua, sehingga tidak perlu khawatir terlantar di masa depan.
8. Tersediaanya fasilitas rekreasi yang wajar.
G. Faktor-Faktor Penentu Kebahagiaan Rumah Tangga
Menurut Singgih D. Gunarso (1999:67) faktor-faktor yang harus di penuhi demi terciptannya keluarga bahagia adalah:
1. Perhatian.
Perhatian dapat diartikan sebagai menaruh hati. Menaruh hati pada seluruh anggota keluarga adalah pokok hubungan yang baik diantara para anggota keluarga. Menaruh hati terhadap kejadian dan peristiwa di dala keluarga, berarti mengikuti dan memperhatikan perkembangan seluruh keluarganya, lebih jauh lagi orang tua harus mengarhakan perhatiannya untuk mencari lebih mendalam sebab dan sumber permasalahanyang terjadi di dalam keluarga dan perlu juga memperhatikan juga terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada setiap anggota keluarga.


2. Penambahan pengetahuan
Mencari pengetahuan dan menambah oengetahuan bukan monopoli siswa-siswi atau mahasiswa saja. Dalam keluarga, baik orang tua maupun anak harus menambang pengetahuan tanpa henti-hentinya. Di luar, mereka menarik pelajaran dan inti dari segala yang dilihat dan dialaminya. Lebih penting lagi ialah usaha mengetahui mereka yang lebih dekat yakni seluruh keluarga anggota keluarga. Biasanya kita lebih cenderung untuk memperhatikan kejadian-kejadian di luar rumah tangga, sehingga kejadian-kejadian di rumah terdesak denga kemungkinan timbulnya akibat-akibat yang tidak di sangka-sangka, karena kelalaian kita. Mengetahui setiap perubahan di dalm keluarga dan perubahan anggota keluarga berarti mengikuti perkembangan setiap anggota.
3. Pengenalan diri.
Dengan pengetahuan yangberkembang terus sepanjang hidup, maka usaha-usaha pengenalan diri akan dapat dicapai. Pengenalan diri setiap anggota berarti juga pengenalan diri sendiri. Anak-anak biasanya belum mengadakan pengenalan diri dan baru akan mencapainya dalam bimbingan dalam keluarganya, setelah anak banyak pergi keluar rumah, di mana lingkungan lebih luas, pandangan dan pengetahuan diri mengenai kemampuan-kemampuan, kesanggupan-kesanggupan dan sebagainya akan menambah pengenalan dirinya. Pengenalan yang baik akan memupuk pula pengertian-pengertian.

4. Pengertian
Apabila pengetahuan dan pengenalan diri sudah tercapai, ,aka lebih mudah menyoroti semua kejadian-kejadian atau peristiwayang terjadi di dalam keluarga. Masalah-masalah lebih mudah di atasi apabila latar belakang kejadian dapat terungkap. Dengan adanya pengertian dari setiap anggota keluarga, maka akan mengurangi timbulnya masalah di dalam keluarga.
5. Sikap menerima
Sikap menerima setiap anggota keluarga sebagai langkah kelanjutan pengertian, berarti segala kelemahan, kekurangan, dan kelebihannya, ia harus mendapat tempat di dalam keluarga.
6. Peningkatan usaha
Setelah setiap anggota di terima dengan segala kekurangan dan kemampuannya sebagai anggota keluarga penuh yang menduduki tempatnya masing-masing dalam keluarga, perlu adanya peningkatan usaha. Peningkatan usaha ini perlu di lakukan dengan mengembangkan setiap aspek dari anggota keluarganya secara optimal. Peningkatan usaha ini perlu agar tidak terjadi keadaan yang statis dan membosankan. Peningkatan usaha di sesuaikan dengan setiap kemapuan baik materi dari pihak orang tua maupun anak.
H. Kendala-Kendala Dalam Mencapai Kebahagiaan Keluarga
Kendala dalam mencapai kebahagiaan keluarga diantaranya adalah hubungan antara suami istri yang tidak harmonis, adanya sikap acuh tak acuh terhadap anggota keluarga, tdak adanya suatu usaha untuk peningkatan kualitas hidup, sikap tidak saling menerima, tidak perhatian.

BAB III
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah :
1. Adapun konsep dasar dari pelayanan konseling keluarga adalah untuk membantu keluarga menjadi bahagia dan sejahtera dalam mencapai kehidupan efektif sehari-hari. Konseling keluarga merupakan suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai kondisi psikologis yang serasi atau seimbang sehingga semua anggota keluarga bahagia.
2. Fungsi-fungsi keluarga yaitu Fungsi biologis, Fugsi pemeliharaan, Fungsi ekonomi, Fungsi keagamaan, dan Fungsi social.
3. Keluarga bahagia adalah identik dengan keluarga yang harmonis sangat kekeluargaan dan menjadi pusat ketenangan hidup (Bambang, 2000 :52).
4. Ciri-ciri pola hubungan yang melekat pada keluarga yang bahagia adalah (1) Kesatuan dengan Sang Pencipta . (2) kesatuan dengan alam semesta (3) komitmen (4) tausiyah dan feedback (5) keluesan (6) kesatuan fisik (7) dan hunbungan seks yang sehat (8) bekerjasama (9) saling percaya dan lain-lain.
5. Kendala dalam mencapai kebahagiaan keluarga diantaranya adalah hubungan antara suami istri yang tidak harmonis, adanya sikap acuh tak acuh terhadap anggota keluarga, tidak adanya suatu usaha untuk peningkatan kualitas hidup, sikap tidak saling menerima, tidak perhatian.

DAFTAR PUSTAKA
Ifdil. 2007. Kerangka Konseptual Konseling Pemuda dan Keluarga. (online). info@konselingindonesia.com. Diakses tanggal 13 Juli 2011.
Lukito, Budi. 2011. Keluarga Bahagia. (online). http://budilukito.blogspot.com. Diakses tanggal 13 Juli 2011.
Mahmud, Alimuddin dan Sunarty, Kustiah. 2006. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling Keluarga. Makassar: Samudra Alif-MIM.
Susanto, Eko. 2008. Bimbingan Konseling Keluarga. (online). htttp://konselingcentreindonesia.blogspot.com. diakses tanggal 13 Juli 2011.

Kamis, 21 Juli 2011

Bayang Cermin hati

Dia gak seperti apa yag kamu tahu tentang diriku… tentang keinginanku, harapanku, mimpiku bahkan cinta yang hanya untuknya pun tak seorangpun yang tahu…
Karena dia adalah sosok misterius, berupa bayangan cermin untuk hatiku yang hampa, kosong, dan hanya dia yang mampu mengisinya..
Dia juga tak seperti orang kebayakan, yang mengerti rasa… dia bisa membuatku mencintainya namun sekehab pula dia mampu menghancurkanku… dengan ketakberdayaanku, dia mampu membuatku mabuk kepayang… haus akan kasih sayagnya, perhatiannya, cintanya yang aku pun tak mengetahui cintanya buat siapa…

Dia… hanya dia…
Hanya dia yang mampu menggetarkan hatiku, menumbuhkan cinta yang terdalam di hatiku, menjadi wanita yang seutuhnya bahkan membuatku bertahan untk selalu mencintainya…
Walau sebenarnya ku tahu…
Rasa ini tidak mungkinlah terbalas dan terpaut..
Namun bila keyakinan mampu mewujudkan semua mimpi
Maka mimpiku untuk mengabdikan jiwa, raga dan hidupku
Hanya untuknya, SELAMANYA yang bisa KU persembahkan….
I DO LOVE YOU, EVENTHOUGHT MAYBE YOU DIDN’T KNOW IT…
SO MUCH AND FOREVER…
I LOVE YOU MY LAST ENEMY (MLE)

Rabu, 13 Juli 2011

penerapan teknik deep dialogue dalam bimbingan kelompok untuk mengurangi kesulitan belajar akuntansi siswa di SMK Negeri 1 Jeneponto

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sekolah merupakan sarana memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan. Berbagai jenjang pendidikan yang terdapat di Indonesia sifatnya formal yang diistilahkan dengan sistem pendidikan persekolahan mulai dari jenjang dasar hingga Perguruanan Tinggi. Tujuan keberadaan pendidikan persekolahan dimaksudkan untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional guna meningkatkan kualitas manusia Indonesia.
Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan mereka. Secara detail, dalam Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 (1), bahwa :
Pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan adanya pendidik yang profesional terutama guru di sekolah-sekolah dasar dan menengah, dan dosen di perguruan tinggi.
Selain itu, tujuan pendidikan pada umumnya adalah
Berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun, dalam kegiatan belajar berlangsung tidak sedikit siswa akan menemui hambatan dalam proses belajarnya, hambatan itulah yang dimaksud masalah dalam proses tercapainya tujuan belajar.
Setiap siswa pada prinsipnya tentu banyak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja akademik yang memuaskan. Namun dari kenyataan sehari-hari tampak jelas bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan serta gaya belajar yang terkadang sangat mencolok antara seorang siswa dengan siswa lainnya. Sementara itu, penyelenggaraan pendidikan tidak seimbang di setiap siswa, umumnya hanya ditujukan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan lebih atau yang berkemampuan kurang terabaikan. Dengan demikian, siswa-siswa yang berkategori ”di luar rata-rata” (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya. (Syah, 2003: 182).
Dari penyelenggaraan pendidikan yang tidak seimbang tersebut kemudian timbullah apa yang disebut kesulitan belajar. Kesuliatn belajar adalah suatu kondisi atau tingkah laku yang mengalami hambatan dalam mencapai suatu perubahan baik berbentuk sikap, pengetahuan, maupun keterampilan. Kesulitan belajar tidak hanya dialami oleh siswa yang berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa yang kemampuan rata-rata (normal) disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan khususnya dalam pembelajaran akuntansi.
Akuntansi merupakan suatu kegiatan jasa yang fungsinya menyediakan data kuantitatif, terutama yang mempunyai sifat keuangan dari satu kesatuan usaha ekonomi yang dapat digunakan dalam rangka memilih alternatif-alternatif dari suatu keadaan. Sehingga keberadaan pembelajaran akuntansi memberikan peranan dalam mencapai tujuan sosial khususnya tujuan ekonomik dalam hal pengambilan keputusan ekonomi dan keuangan. (Barror, R: 2009).
Salah satu tujuan pembelajaran akuntansi di SMK adalah siswa dapat menggunakan konsep dan rumus akuntansi yang ada dalam pembelajaran yang lebih lanjut dan dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuannya dalam menguasai akuntansi. Namun kemampuan siswa yang berbeda dalam mentrasformasi pelajaran menyebabkan sebagian siswa menganggap akuntansi sebagai mata pelajaran yang sulit, menjenuhkan dan menakutkan, sehingga dari anggapan tersebut menyebabkan siswa kesulitan dalam belajar akuntansi.
Hal tersebut sejalan dengan hasil penyebaran angket sederhana yang telah peneliti lakukan untuk mengetahui Jurusan yang memiliki tingkat kesulitan dalam belajar, yakni dari 40 siswa dibeberapa Jurusan yakni Jurusan Administrasi Perkantoran, akuntansi, Penjualan (Marketing), Tata Busana, dan Teknologi Komputer Jaringan (TKJ). 29 orang siswa menyatakan Akuntansi merupakan Jurusan dengan tingkat pelajaran yang sulit, menyusul kemudian Jurusan Tata Busana sebanyak 6 orang siswa, dan Administrasi Perkantoran sebanyak 4 Orang siswa dan seorang yang memilih Jurusan Penjualan. Dan berdasarkan survey awal yang telah peneliti lakukan pada tanggal 23 November 2010 dengan mengadakan wawancara langsung dengan konselor/pembimbing di SMKN 1 Jeneponto. Menurut konselor/pembimbing dari berbagai jurusan di seluruh kelas II yang memiliki tingkat kesulitan belajar bagi siswa adalah Jurusan Akuntansi. Yakni dari 97 orang siswa terdapat 20 orang siswa mengalami kesulitan belajar yang ditandai dengan prestasi belajar yang diperoleh di bawah rata-rata seluruh kelas II Jurusan Akuntansi, lambat melaksanakan tugas-tugas belajar karena tugas yang terlalu banyak dari guru sedangkan waktu yang disediakan kurang utamanya pada pembelajaran Siklus Akuntansi, Sering terlambat, membolos di sekolah atau pada saat pelajaran berlangsung, dan tidak mengindahkan pelajaran.
Kesulitan belajar akuntansi yang dialami siswa dapat diatasi dengan pelaksanaan salah satu layanan bimbingan dan konseling yaitu bimbingan kelompok. Menurut Winkel & Hastuti (2004), Bimbingan kelompok di Institusi Pendidikan Menengah bermanfaat bagi guru pembimbing dan bagi siswa yaitu bagi tenaga pembimbing mendapat kesempatan untuk berkontak dengan banyak siswa sekaligus, sehingga dia menjadi dikenal, menghemat waktu dan tenaga dalam kegiatan yang dapat dilakukan dalam suatu kelompok. Bagi para siswa kegunaannya ialah menjadi lebih sadar akan tantangan yang dihadapi, sehingga mereka memutuskan untuk berwawancara secara pribadi dengan konselor, lebih rela menerima dirinya sendiri setelah menyadari bahwa teman-temanya sering menghadapi persoalan, kesulitan, dan tantangan yang kerap kali sama, lebih berani mengemukakan pandangannya sendiri bila berada dalam kelompok daripada dengan konselor yang mungkin dianggap berbeda dengannya.
Dalam pelaksanaan bimbingan kelompok banyak teknik atau strategi yang dapat digunakan terutama dalam mengatasi kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa. Peneliti mencoba menerapkan salah satu alternatif teknik yang dapat digunakan yaitu teknik deep dialogue. Deep dialogue (dialog mendalam), dapat diartikan bahwa kegiatan percakapan antar orang dalam masyarakat/kelompok yang bertujuan bertukar ide, informasi dan pengalaman yang harus diwujudkan dalam hubungan yang interpersonal, saling keterbukaan, jujur dan mengandalkan kebaikan (Global Dialog Institute, dalam Salamah: 2008). Penggunaan deep dialogue dalam bentuk kelompok ini dapat membantu siswa mengenal masalah kesulitan belajar yang dihadapi dengan cara percakapan atau dialog antar orang dalam masyarakat/kelompok yang bertujuan bertukar ide, informasi dan pengalaman agar siswa dapat mengambil keputusan secara tepat dan melaksanakannya secara benar. Sehingga setelah melalui proses perubahan belajar, mereka dapat mencapai hasil yang optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat yang dimilikinya.
Berangkat dari permasalahan tersebut, Peneliti tertarik mengangkat penerapan teknik deep dialogue dalam bimbingan kelompok untuk mengurangi atau mengatasi kesulitan belajar akuntansi siswa, dengan alasan bahwa teknik deep dialogue dapat menjadi alat bagi siswa untuk lebih memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling dan menjadi alternatif tambahan dalam pengembangan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah khususnya SMKN 1 Jeneponto.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:
Bagaimana gambaran kesulitan belajar akuntansi siswa kelas XI sebelum dan sesudah diberikan teknik deep dialogue dalam bimbingan kelompok di SMK Negeri 1 Jeneponto?.
Apakah ada pengaruh teknik deep dialogue dalam bimbingan kelompok terhadap kesulitan belajar akuntansi siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Jeneponto?.
Tujuan Penelitian
Secara rinci tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini, adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui gambaran kesulitan belajar akuntansi siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Jeneponto sebelum dan setelah diberi teknik deep dialogue dalam bimbingan kelompok.
Untuk mengetahui pengaruh penerapan teknik deep dialogue dalam bimbingan kelompok untuk mengurangi kesulitan belajar akuntansi siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Jeneponto.


Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis, sebagai berikut:
Manfaat Teoritis
Bagi akademis dapat menjadi bahan informasi, masukan serta pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Psikologi Pendidikan dan Bimbingan dalam upaya meningkatkan mutu mahasiswa dalam jurusan tersebut.
Bagi peneliti, menjadi bahan acuan atau referensi dan bahan informasi dalam memperluas wawasan dan cakrawala berpikir, utamanya dalam pengembangan ilmu selanjutnya.
Manfaat Praktis
Bagi guru pembimbing (konselor sekolah), menjadi masukan dalam menghadapi permasalahan siswa, terutama dalam mengurangi kesulitan belajar akuntansi siswa.
Bagi siswa, diharapkan dapat dijadikan sebagai latihan untuk membantu dirinya dalam mengatasi masalah yang dihadapi.
Bagi mahasiswa, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pelajaran atau rujukan kedepannya jika sudah terjun ke lapangan sebagai seorang pembimbing.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS
KAJIAN PUSTAKA
Konsep Dasar Kesulitan Belajar
Pengertian Kesulitan Belajar Akuntansi
Aktivitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlansung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak lancar, kadang cepat dapat menangkap apa yang dipelajari, kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang semangat tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Dalam kondisi dimana anak didik/siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar.
Kesulitan belajar (Djamarah, S. 2008: 235) adalah suatu kondisi dimana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan, atau gangguan dalam belajar. Sedangkan The National Joint Committee for Learning Disabilities (NJCLD) (Abdurrahman, 2003: 6) mengemukakan:
Kesulitan belajar menunjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang studi IPA.
Selanjutnya pengertian menurut NJCLD di atas tidak disetujui The Board of Association for Children and Adult with Learning Disabilities (ACALD), sehingga mereka mengemukakan definisi seperti yang dikutip oleh Levitt (Abdurrahman, 2003: 8) sebagai berikut:
Kesulitan belajar adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber neurologis yang secara selektif mengganggu perkembangan, integrasi, dan kemampuan verbal atau nonverbal.
Kesulitan belajar tampil sebagai suatu kondisi ketidakmampuan yang nyata pada orang-orang yang memiliki inteligensi rata-rata hingga superior, yang memiliki sensoris yang cukup, dan kesempatan untuk belajar yang cukup pula. Berbagai kondisi tersebut bervariasi dalam perwujudannya dan derajatnya.
Berdasarkan pembahasan di atas mengenai kesulitan belajar, maka kesulitan belajar diartikan sebagai suatu kondisi kronis tidak hanya dialami oleh orang yang memiliki intelegensi rata-rata melainkan pula pada orang yang superior. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Syah, M (2003: 117) kesulitan belajar adalah :
“Sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan itu mungkin disadari dan mungkin juga tidak disadari oleh orang yang mengalaminya, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, ataupun fisiologis dalam keseluruhan proses belajarnya. Orang yang mengalami kesulitan belajar akan mengalami hambatan dalam proses mencapai hasil belajarnya sehingga prestasi yang dicapainya berada di bawah yang semestinya”.
Dengan demikian kesulitan belajar adalah suatu kondisi atau tingkah laku yang mengalami hambatan dalam mencapai suatu perubahan baik berbentuk sikap, pengetahuan maupun keterampilan. Dengan kata lain kesulitan belajar adalah kondisi tertentu yang mengalami hambatan untuk mengadakan penguasaan tertentu dalam batas-batas potensi yang dimiliki, dan tidak hanya dapat ditandai dengan prestasi rendah, akan tetapi juga dapat ditandai dari tingkah laku dalam arti luas, seperti perbandingan prestasi belajar yang dicapai dengan tingkat kecerdasaan, sikap, perbuatan-perbuatan, dan tingkat kepuasaan individu yang belajar.
Misbah, dkk (http://mmisbah.blogspot.com) mengelompokkan macam – macam kesulitan belajar menjadi empat bagian, yakni:
Dilihat dari jenis kesulitan belajar
Meliputi ada yang berat dan ada yang sedang.
Dilihat dari bidang studi apa yang dipelajarinya
Meliputi ada yang sebagian bidang studi dan ada yang keseluruhan bidang studi.
Dilihat dari sifat kesulitannya
Meliputi ada yang sifatnya permanen/menetap dan ada yang bersifat hanya sementara.
Dilihat dari faktor penyebabnya
Meliputi ada yang karena faktor intelgensi dan ada yang karena faktor non intelgensi.

Gejala Kesulitan Belajar
Gejala kesulitan belajar akan dimanifestasikan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam berbagai tingkah laku. Sesuai dengan pengertian kesulitan belajar di atas, tingkah laku yang dimanifestasikan ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu. Gejala ini akan nampak dalam aspek-aspek motoris, kognitif, konatif, dan afektif, baik dalam proses belajar maupun hasil belajar yang dicapainya.
Menurut Ahmadi & Supriyono (2004: 94) beberapa ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar antara lain :
Menunjukkan prestasi yang rendah/di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompok kelas.
Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Ia berusaha dengan keras tetapi nilainya selalu rendah.
Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar. Ia selalu tertinggal dengan kawan-kawannya dalam semua hal, misalnya dalam mengerjakan soal-soal, dalam menyelesaikan tugas-tugas.
Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta, dan lain-lain.
Menunjukkan tingkah laku yang berlainan seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR), mengganggu dalam atau di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam belajar, mengasingkan diri, tersisihkan, tidak mau bekerja sama, dan lain-lain.
Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar seperti pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu seperti dalam menghadapi nilai rendah.

Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering minggat dari sekolah. (Syah, M: 2003).
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam (Syah M, 2003:183), yakni :
Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri.
Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa.
Kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan keadaan yang antara lain :
Faktor intern siswa
Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekuranganmampuan psiko-fisik siswa, yakni :
Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa.
Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.
Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga).
Faktor ektern siswa
Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor lingkungan ini meliputi:
Lingkungan keluarga
Contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
Lingkungan perkampungan/masyarakat
Contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan teman-teman sepermainan (peer group) yang nakal.
Lingkungan sekolah
Contohnya : kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi konselor dan alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Konsep Dasar Bimbingan Kelompok
Dasar bimbingan kelompok pertama kali dilaksanakan di Amerika Serikat yang dipelopori oleh Frank Parsons pada awal abad ini, sama seperti bimbingan secara individual. Tidak lama setelah Frank Parsons mencanangkan konsepsinya tentang bimbingan jabatan beberapa sekolah di jenjang pendidikan menengah mulai mengelola program kegiatan bimbingan kelompok, dengan memanfaatkan kelompok struktural yang sudah terbentuk yaitu unit/satuan kelas (Winkel: 2004).
Pengertian bimbingan kelompok
Romlah (1989: 3) mengemukakan bahwa: “Bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam situasi kelompok”. Bimbingan kelompok ditujukan untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa. Gadza (dalam Prayitno, 1995: 308) mengemukakan bahwa ”Bimbingan kelompok di sekolah merupakan kegiatan informasi kepada sekolompok siswa untuk membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat”. Gazda juga menyebutkan bahwa bimbingan kelompok diselenggarakan untuk memberikan informasi yang bersifat personal, vokasional, dan sosial.
Amti dan Marjohan (dalam Jamila: 2007) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok adalah:
”Bimbingan yang diberikan kepada sekolompok dengan memakai pola yang sederhana, memberikan arti bahwa bimbingan kelompok diberikan kepada sekolompok individu yang mengalami masalah yang sama serta merupakan usaha membantu individu-individu dengan memanfaatkan suasana yang berkembang dalam kelompok itu”.
Hallen (2005: 80-81) mengemukakan defenisi dari bimbingan kelompok, yaitu :
Bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah siswa secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan baru dari narasumber tertentu (terutama dari guru pembimbing) dan membahas secara bersama-sama pokok bahasan tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupan sehari-hari dan untuk perkembangan dirinya sebagai individu maupun sebagai pelajar, dan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan tindakan tertentu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok merupakan layanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan kepada individu dalam situasi kelompok, yang mengalami masalah yang sama dan melalui dinamika kelompok.
Jenis-jenis bimbingan kelompok terdiri atas dua yaitu: (1) bimbingan kelompok bebas, dimana dalam kegiatannya para anggota kelompok bebas mengemukakan pikiran dan perasaanya dalam kelompok dan selanjutnya apa yang disampaikan mereka dalam kelompok itulah yang menjadi pokok bahasan kelompok. (2) bimbingan kelompok tugas, salah satu bentuk penyelenggaraan bimbingan kelompok dimana arah dan isi kegiatan kelompok itu tidak ditentukan oleh anggotanya melainkan diarahkan kepada penyelesaian suatu tugas.
Komunikasi dan interaksi dalam bimbingan kelompok
Model Komunikasi dan Interaksi
Unsur utama dalam bimbingan kelompok adalah adanya interaksi antar sesama anggota kelompok. Dalam interaksi ini masing-masing anggota kelompok mengemukakan pikiran, perasaan, dan gagasan-gagasan yang akhirnya bermuara pada pemecahan masalah.
Menurut Amti & Marjohan (dalam Jamila: 2007), keberhasilan bimbingan kelompok ditentukan oleh komunikasi dan interaksi yang dapat terjadi di dalamnya. Ada empat model komunikasi dan interaksi dalam kelompok yaitu: (1) Komunikasi satu arah, (2) Komunikasi dua arah, (3) Komunikasi banyak arah, dan (4) Komunikasi multi arah.
Peranan Anggota dan Pimpinan Kelompok
Peranan anggota kelompok
Anggota memegang peranan penting dalam bimbingan kelompok. Sebagian besar isi, arah, dan tujuan bimbingan kelompok banyak ditentukan oleh peranan anggotanya. Beberapa peranan yang harus dijalankan anggota kelompok adalah :
Membantu terbinanya suasana keakraban dalam kelompok
Membantu tercapainya tujuan bersama
Ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok
Mampu berkomunikasi secara terbuka dalam kelompok
Berusaha membantu teman-teman dalam kelompok, dan
Menyadari pentingnya kegiatan kelompok.
Peranan pemimpin kelompok
Sebagai mana halnya dengan anggota kelompok, pemimpin kelompok juga memegang peranan yang penting dalam bimbingan kelompok. Sebagaimana Prayitno (1995: 35) mengemukakan beberapa peranan yang harus dijalankan oleh pemimpin kelompok adalah:
Memberikan bantuan dan pengarahan kepada kelompok. Bantuan dan pengarahan ini dapat menyangkut isi dan dapat juga menyangkut proses kegiatan kelompok itu sendiri.
Memusatkan perhatian pada suasana perasaan yang berkembang, baik perasaan anggota tertentu maupun keseluruhan kelompok.
Jika kelompok itu tampaknya kurang menjurus ke arah yang dimaksudkan maka perlu memberikan arahan yang dimaksudkan.
Memberikan tanggapan (umpan balik) tentang berbagai hal yang terjadi dalam kelompok.
Mampu mengatur “lalu lintas” kegiatan kelompok, pemegang aturan permainan, pendamai, dan pendorong kerja sama serta suasana kebersamaan.
Sifat kerahasiaan dari kegiatan kelompok itu dengan segenap isi dan kejadian-kejadian yang timbul di dalamnya, juga menjadi tanggung jawab pemimpin kelompok.

Dinamika kelompok
Dinamika kelompok (Prayitno, 1995: 65) “merupakan jiwa bagi pelaksanaan bimbingan kelompok, inilah yang akan menentukan gerak dan arah pencapaian tujuan dalam kelompok. Dinamika kelompok ini dimanfaatkan untuk mencapai tujuan bimbingan kelompok melalui layanan bimbingan kelompok.”
Dinamika kelompok adalah jiwa dan semangat kelompok.
Prayitno (1995: 65) mengemukakan bahwa “bimbingan kelompok bermaksud memanfaatkan dinamika kelompok sebagai media dalam upaya membimbing individu-individu yang memerlukan”. Media dinamika kelompok ini adalah unik dan hanya dapat ditemukan dalam suatu kelompok yang benar-benar hidup. Dalam bimbingan kelompok dinamika kelompok dengan sengaja ditumbuhkembangkan yang semulanya masih sangat lemah, atau belum ada sama sekali, ditumbuhkan dan dikembangkan sehingga menjadi kuat dan dimanfaatkan untuk mencapai tujuan bimbingan kelompok.

Tugas guru pembimbing dalam membentuk dinamika kelompok
Guru pembimbing yang menyelenggarakan bimbingan kelompok sangat berkepentingan untuk mengembangkan dinamika kelompok dalam kelompok itu. Bahkan pengembangan dinamika kelompok itu merupakan tugas utama pertama.
Perwujudan dinamika kelompok
Perwujudan dinamika kelompok dalam bimbingan kelompok akan mencapai tujuan ganda, yaitu mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri untuk diperolehnya kemampuan-kemampuan sosial, kepribadian yang mantap, keterampilan berkomunikasi secara efektif, informasi, wawasan, pemahaman, nilai, dan sikap, serta berbagai alternatif yang akan memperkaya dan mungkin bahkan dapat mereka praktikan. (Prayitno, 1995: 67).
Tujuan bimbingan kelompok
Tujuan dalam bimbingan kelompok terdiri atas dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum
Secara umum bimbingan kelompok bertujuan untuk membantu siswa yang mengalami masalah melalui prosedur kelompok. Suasana yang berkembang dalam bimbingan kelompok itu dapat merupakan wahana dimana masing-masing murid dapat memanfaatkan informasi, tanggapan dan berbagai reaksi teman-temannya untuk kepentingan pemecahan masalah-masalah yang dihadapinya.
Di samping untuk kepentingan masalah, bimbingan kelompok juga bertujuan mengembangkan pribadi masing-masing anggota kelompok, pengembangan pribadi itu akan diperoleh anggota kelompok melalui berbagai suasana yang muncul dalam kegiatan itu baik suasana yang menyenangkan ataupun suasana yang tidak menyenangkan (Prayitno: 1995).
Tujuan khusus
Secara khusus bimbingan kelompok bertujuan untuk:
Melatih murid-murid untuk berani mengemukakan pendapat dihadapan teman-temannya, yang pada gilirannya dapat di manfaatkan untuk ruang lingkup yang lebih besar seperti berbicara dihadapan orang banyak, di forum-forum resmi dan sebagainya.
Melatih murid-murid untuk dapat bersikap terbuka dalam kelompok.
Melatih murid-murid untuk dapat mengendalikan diri dalam kegiatan kelompok.
Melatih murid-murid untuk dapat bertenggang rasa dengan orang lain.
Melatih murid-murid untuk memperoleh keterampilan sosial.
Membantu murid-murid untuk memahami dan mengenali dirinya dalam berhubungan dengan orang lain.
Dengan memperhatikan tujuan khusus di atas, dapat dikemukakan bahwa setelah para murid selesai mengikuti bimbingan kelompok, diharapkan para murid akan berkembang sikap dan keterampilannya sebagai berikut:
Sikap tidak mau menang sendiri, tidak bermaksud menyenangkan orang lain, tidak gegabah dalam berbicara, ingin membantu orang lain, lebih melihat aspek positif dalam menanggapi teman-temannya, sopan, bertenggang rasa, menahan dan mengendalikan diri, mau mendengar pendapat orang lain, tidak memaksakan pendapat sendiri, dan mendengar pendapat orang lain.
Keterampilan mengemukakan pendapat pada orang lain, menerima pendapat orang lain secara tepat dan positif.
Pelaksanaan bimbingan kelompok
Kegiatan bimbingan kelompok berlangsung dalam 4 tahap, yaitu 1) tahap pembentukan, 2) tahap peralihan, 3) tahap kegiatan, dan 4) tahap pengakhiran. (Prayitno, 1995: 40). Lebih lanjut Prayitno juga menyebutkan penyelenggaraan bimbingan memerlukan persiapan dan praktik pelaksanaan yang memadai, dari langkah awal sampai dengan evaluasi dan tindak lanjutnya.
Langkah awal
Langkah awal atau tahap awal diselenggarakan dalam rangka pembentukan kelompok sampai dengan mengumpulkan para peserta yang siap untuk melaksanakan kegiatan kelompok. Langkah awal dimulai dengan penjelasan tentang adanya layanan bimbingan kelompok bagi para siswa, pengertian, tujuan dan kegunaan bimbingan kelompok. Setelah penjelasan ini langkah selanjutnya menghasilkan kelompok yang langsung merencanakan waktu dan tempat menyelenggarakan bagian kegiatan bimbingan kelompok.

Perencanaan kegiatan
Perencanaan kegiatan bimbingan meliputi penetapan:
Materi layanan.
Tujuan yang ingin dicapai.
Sasaran kegiatan.
Bahan dan sumber bahan untuk bimbingan kelompok.
Rencana penilaian, dan
Waktu dan tempat.
Pelaksanaan kegiatan
Kegiatan yang telah direncanakan itu selanjutnya dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut:
Persiapan menyeluruh yang meliputi persiapan fisik (tempat dan kelengkapannya); persiapan bahan, persiapan keterampilan dan persiapan adminiatrasi. Mengenai persiapan keterampilan untuk penyelenggaraan bimbingan kelompok, konselor pembimbing diharapkan mampu melaksanakan tehnik-tehnik sebagai berikut:
Teknik umum, yaitu “Tiga M” mendengarkan dengan baik, memahami secara penuh, merespon secara tepat dan positif, dorongan minimal, penguatan dan keruntutan.
Keterampilan memberikan tanggapan mengenai perasaan peserta, mengungkapkan perasaan sendiri dan merefleksikan.
Keterampilan memberikan pengarahan, memberikan informasi, memberikan nasehat, bertanya secara langsung dan terbuka, mempengaruhi dan mengajak, menggunakan contoh pribadi, memberikan penafsiran, mengkonfrontasikan, mengupas masalah dan menyimpulkan.
Keterampilan memantapkan azas kerahasiaan kepada seluruh peserta.
Pelaksanaan tahap-tahap kegiatan
Adapun tahap-tahap pelaksanaan kegiatan sebagai berikut:
Tahap pembentukan
Pada tahap ini merupakan tahap pengenalan diri dari anggota dalam kelompok. Tujuan tahap ini adalah agar anggota memahami maksud bimbingan kelompok. Dengan pemahaman itu akan memungkinkan anggota kelompok mau berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan bimbingan kelompok. Pemahaman itu selanjutnya akan menumbuhkan minat pada diri mereka untuk mengikuti kegiatan bimbingan kelompok. Di samping itu, tahap ini bertujuan untuk menumbuhkan suasana mengenal, percaya, menerima, dan membantu teman-teman yang ada dalam kelompok (Amti dan Marjohan, dalam Jamila: 2009).
Tahap peralihan
Tahap peralihan merupakan tahap transisi dari tahap pembentukan ke tahap ke tahap kegiatan. Dalam tahap ini dilakukan kegiatan sebagai berikut:


Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya,
Menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya,
Membahas suasana yang terjadi,
Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota, dan
Kalau perlu kembali ke beberapa aspek tahap pertama atau tahap pembentukan.
Tahap kegiatan
Tahap ini merupakan kegiatan inti dalam bimbingan kelompok. Sasaran yang ingin dicapai dalam tahap kegiatan ini adalah terbahasnya secara tuntas permasalahan yang dihadapi oleh anggota kelompok. Sasaran lain yang terpenting adalah terciptanya suasana untuk mengembangkan diri anggota kelompok, baik yang menyangkut pengembangan kemampuan berkomunikasi (mengajukan pendapat, menanggapi pendapat, terbuka, sabar, tenggang rasa dan sebagainya) maupun menyangkut dengan pemecahan masalah yang dikemukakan dalam anggota kelompok. Rangkaian kegiatan dalam tahap ini tergantung kepada bimbingan kelompok yang diselenggarakan apakah bimbingan kelompok bebas atau bimbingan kelompok tugas.
Tahap pengakhiran
Tahap ini merupakan tahapan penutup dalam satu atau seluruh rangkaian pertemuan kegiatan bimbingan kelompok. Kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan pemimpin kelompok pada tahap ini adalah:
Penyampaian pengakhiran kegiatan
Mengemukakan kesan-kesan
Penyampaian tanggapan-tanggapan
Pembahasan kegiatan lanjutan
Penutupan.
Evaluasi kegiatan
Penilaian kegiatan bimbingan kelompok tidak ditujukan kepada hasil belajar yang berupa penguasaan pengetahuan ataupun keterampilan yang diperoleh para peserta, melainkan diorientasikan kepada perkembangan pribadi siswa dan hal-hal yang dirasakan oleh mereka berguna. Prayitno (1998: 81) mengemukakan bahwa evaluasi kegiatan bimbingan kelompok dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis, baik melalui essai, daftar cek, maupun daftar isian sederhana. Dalam penilaian ini, siswa diminta mengungkapkan perasaannya, pendapatannya, harapannya, minat dan sikapnya terhadap berbagai hal baik yang telah dilakukan selama kegiatan kelompok (yang menyangkut isi maupun proses), maupun keterlibatan mereka untuk kegiatan serupa selanjutnya. Kepada para peserta juga dapat diminta untuk mengemukakan tentang hal-hal yang paling berharga atau kurang mereka senangi selama kegiatan bimbingan kelompok.
Lebih jauh Prayitno (1995: 81), mengemukakan bahwa penilaian terhadap bimbingan kelompok lebih bersifat penilaian “dalam proses” yang dapat dilakukan melalui:
Mengamati partisipasi dan aktifitas peserta selama kegiatan berlangsung;
Mengungkapkan pemahaman peserta atas materi yang dibahas;
Mengungkapkan kegunaan bimbingan kelompok bagi mereka dan perolehan mereka sebagai hasil dari keikutsertaan mereka;
Mengungkapkan minat dan sikap mereka tentang kemungkinan kegiatan lanjutan; dan
Mengungkapkan kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan bimbingan kelompok.

Analisis dan Tindak Lanjut
Hasil pelaksanaan kegiatan bimbingan kelompok perlu dianalisis untuk mengetahui lebih lanjut kemajuan para peserta dan proses penyelenggaraan bimbingan kelompok. Tindak lanjut dapat dilaksanakan melalui bimbingan kelompok selanjutnya atau kegiatan yang dianggap sudah memadai dan selesai, oleh karena itu upaya tindak lanjut secara tersendiri dianggap tidak diperlukan.
Konsep Dasar Deep Dialogue sebagai Teknik Bimbingan Kelompok
Pengertian Deep Dialogue
Konsep ini bermula dari hakikat dialog yakni kegiatan percakapan antar orang dalam masyarakat/kelompok yang bertujuan bertukar ide, informasi dan pengalaman. Deep dialogue (dialog mendalam), dapat diartikan bahwa percakapan antara orang-orang tadi (dialog) harus diwujudkan dalam hubungan yang interpersonal, saling keterbukaan, jujur dan mengandalkan kebaikan. (Global Dialogue Institute dalam Arthana: 2010).
Salamah, U (2008: 3) mengemukakan bahwa “Dialog mendalam dapat diartikan sebagai dialog yang dilakukan secara mendalam tentang suatu topik tertentu dengan prinsip kesederajatan, keberadaban, dan empatitas yang tinggi”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), Dialog adalah percakapan. Sedangkan mendalam yang bersal dari kata “dalam”, mengandung makna meresap (masuk) ke dalam (seperti lebih paham, lebih mengerti, terperinci dan matang). Sehingga bila diartikan dialog mendalam merupakan suatu percakapan yang dilakukan secara terperinci dengan tujuan mitra dialog menjadi lebih paham dan lebih mengerti.
Beberapa prinsip yang harus dikembangkan dalam deep dialogue, antara lain adalah: “adanya komunikasi dua arah dan prinsip saling memberi yang terbaik, menjalin hubungan kesederajatan dan keberadaban serta empatisitas yang tinggi”. http://idazweek.blogspot.com.
Fokus kajian teknik dialog mendalam (deep dialogue) dikonsentrasikan dalam mendapatkan pengetahuan dan pengalaman, melalui dialog secara mendalam tidak saja menekankan keaktifan siswa pada aspek fisik, akan tetapi juga aspek intelektual, sosial, mental, emosional dan spiritual.
Tujuan Teknik Deep Dialogue
Dengan deep dialogue, seseorang diharapkan mampu di samping mengenali diri sendiri juga mengenal diri orang lain. Selain itu, dengan dialog mendalam, orang akan belajar mengenal dunia lain di luar dunia dirinya dan selanjutnya mampu menghargai perbedaan-perbedaan yang ada di dalam masyarakat. Hal ini membuka kemungkinan-kemungkinan untuk memahami makna yang fundamental dari kehidupan secara individual dan kelompok dengan berbagai dimensinya. Dengan demikian, pada skala yang lebih luas, dialog lebih mengandalkan ‘cara berpikir baru’ untuk memahami dunia. http://lubisgrafura.wordpress.com.
Kapasitas dialog mendalam, pada dasarnya mendudukkan jabatan seseorang pada posisi yang sejajar, penuh kebijaksanaan dan terbuka satu sama lain, membagi rasa, saling mengasihi sehingga perbedaan pendapat dan pandangan yang ada dapat dipecahkan dan dicerahkan dengan dialog terbuka.
Ciri-ciri Deep Dialogue
Di atas telah diuraikan tentang pengertian deep dialogue selanjutnya ciri-ciri pembelajaran yang menggunakan deep dialogue menurut Global Dialogue Institute (Salamah. U, 2008: 09), yaitu:
Siswa dan Konselor nampak aktif;
Mengoptimalisasikan potensi inteligensi siswa.
Berfokus pada mental, emosional dan spiritual.
Menggunakan pendekatan dialog mendalam.
Siswa dan konselor dapat menjadi pendengar, pembicara, dan pemikir yang baik.
Dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih menekankan pada nilai, sikap dan kepribadian.

Kaidah-kaidah Deep Dialogue
Agar deep dialogue dapat diimplementasikan dalam pembelajaran akuntansi dan menganalisis kesulitannya serta diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, perlu diperhatikan kaidah-kaidah deep dialogue sebagai berikut:
Keterbukaan.
Langkah awal untuk melakukan dialog mendalam individu harus membuka diri terhadap mitra dialog, karena sifat terbuka dalam diri akan membuka peluang untuk belajar, mengubah dan mengembangkan persepsi.
Dengan demikian ketika masuk dalam dialog, kita dapat belajar, berubah dan berkembang. Dialog sebagai suatu kegiatan memiliki dua sisi yakni dalam masyarakat dan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Hal ini dilakukan mengingat bahwa dialog pada hakekatnya bertujuan untuk saling berbicara, belajar dan mengubah diri masing-masing pihak yang berdialog, sehingga perubahan yang terjadi pada masing-masing pihak merupakan hasil berpikirnya sendiri.
Kejujuran.
Bersikap jujur dan penuh kepercayaan diperlukan dalam deep dialogue, sebab dialog hanya akan bermanfaat manakala pihak-pihak yang melakukan bersikap jujur dan tulus. Artinya masing-masing mengemukakan tujuan, harapan, kesulitan dan cara mengatasinya secara apa adanya, serta saling percaya diantara mereka. Dengan demikian kejujuran merupakan prasyarat terjadinya dialog atau dengan kata lain tidak ada kepercayaan berarti tidak ada dialog.
Kerjasama.
Untuk menanamkan kepercayaan pribadi, langkah awal adalah mencari kesamaan dengan cara bekerjasama dengan orang lain, selanjutnya memilih pokok-pokok permasalahan yang memungkinkan memberi satu dasar berpijak yang sama. Selanjutnya melangkah pada permasalahan umum yang dapat dihadapi bersama atau mencari solusinya. Hal ini penting karena kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan secara bersama atau dengan bekerjasama akan menghasilkan pemecahan yang menguntungkan pihak-pihak yang bermasalah (win-win solution).
Menjunjung nilai-nilai moral
Deep dialogue terjadi manakala masing-masing pihak yang berdialog menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etis atau santun, saling menghargai, demokratis yakni dengan memperlakukan mitra dialog sedemikian rupa sehingga berketetapan hati untuk berdialog. Artinya kita paling mengetahui apa yang kita ketahui, dan mitra dialog kita paling mengerti apa yang mereka ketahui. Di samping itu masing-masing saling mempelajari, untuk memperluas wawasan bersama, untuk memperdalam, mengubah dan memodifikasi pemahaman mereka.
Saling mengakui keunggulan
Deep dialogue akan terjadi manakala masing-masing pihak menghadirkan hati. Dalam berdialog harus menghadirkan hati dan tidak hanya fisik. Dengan menghadirkan hati, masing-masing pihak yang berdialog dapat memberi respon kepada mitra dialog secara baik, dan menghindarkan menjadi penceramah, pengkotbah atau yang mendominasi proses dialog, seolah kita yang memiliki kelebihan daripada mitra dialog kita. Oleh karenanya saling mengakui keunggulan masing-masing akan diperoleh pemahaman bersama secara baik
Membangun empati.
Jangan menilai sebelum meneliti, merupakan ungkapan yang tepat dalam membangun deep dialogue. Kita jauhkan prasangka, bandingkan secara adil dalam berdialog sedapat mungkin kita tidak menduga-duga tentang hal yang disetujui dan hal yang akan ditentang. Membangun empati dalam dialog mendalam pihak-pihak yang berdialog dapat menyetujui dengan tetap menjaga integritas diri mitra dialog, masyarakat dan tradisinya.
Pelaksanaan Teknik Deep Dialogue
Penyusunan rancangan pelaksanaan teknik deep dialogue menurut Salamah, U (2008) dan Untari, S (http://lubisgrafura.wordpress.com) dapat dilakukan melalui empat tahapan utama yaitu:
Mengembangkan komunitas (community building)
Analisis isi (content analysis)
Analisis latar cultural (cultural setting analysis)
Pengorganisasian materi (content organizing)

Pertama, mengembangkan komunitas. Tahap ini merupakan bagian refleksi diri konselor terhadap dunia konselinya. Pandangan dunia konselor tentang kemampuan yang dimiliki oleh konselinya menjadi bagian yang berguna dalam menyusun rancangan bimbingan dan konseling yang bernuansa dialog mendalam. Kegiatan refleksi ini meliputi identifikasi pengalaman konselor dan pengalaman konselinya, dinamika kelompok, dan sebagainya.
Kedua, analisis isi. Proses untuk melakukan identifikasi, seleksi dan penetapan materi bimbingan dan konseling. Proses ini dapat ditempuh dengan berpedoman atau mengunakan rambu-rambu materi yang terdapat dalam bimbingan kelompok. Di samping itu, dalam menganalisis materi konselor hendaknya juga menggunakan pendekatan nilai moral, yang subtansinya meliputi prinsip komunikasi, etika komunikasi dan mekanisme komunikasi.
Ketiga, analisis latar yang dikembangkan dari latar kultural dan siklus kehidupan (life cycle). Dalam analisis ini mengandung dua konsep, yaitu konsep latar jurusan/program studi, mata pelajaran terutama yang masuk dalam rumpun jurusan akuntansi dan konsep manusia berserta aktifitasnya yang mencakup hard skill dan soft skill. Selain itu, analisis latar juga mempertimbangkan nilai-nilai kultural dan nilai ekonomi yang bermanfaatan bagi kehidupan siswa.
Keempat, pengorganisasian materi. Dengan pendekatan deep dialogue dilakukan dengan memperhatikan prinsip “4 W dan 1 H” yakni What (apa), Why (mengapa), when (kapan), where (dimana) dan How (Bagaimana), yaitu What (apa), Why (mengapa), When (kapan), Where (dimana) dan How (bagaimana). Dalam rancangan konseling keempat prinsip ini, harus diwarnai oleh Deep Dialogue dalam menuju pelakonan (experience) nilai-nilai moral dan pengembangan konsep (concept development). Kesemuanya dilakukan dengan memberdayakan metode diskusi yang memungkinkan siswa untuk berdialog mendalam.
Lima komponen atau tahap yang terdapat dalam model pembelajaran dengan deep dialogue yakni hening, membangun komunitas, kegiatan inti dengan strategi penemuan konsep (Concept Attainment), refleksi dan evaluasi.

Kegiatan awal
Dalam setiap mengawali dimulai dengan salam, tujuan bimbingan atau kompetensi yang akan dicapai, kemudian menggunakan elemen dinamika kelompok untuk membangun komunitas, yang bertujuan mempersiapkan siswa berkonsentrasi sebelum mengikuti bimbingan kelompok. Aktivitas bimbingan kelompok pada tahap ini dilalui sebagai berikut:
Hening yaitu memusatkan fisik dan mental, mempersiapkan segenap hati, perasaan dan pikiran siswa agar dapat mengikuti perkuliahan dengan mudah.
Dinamika kelompok dalam rangka membangun komunitas dapat dilakukan dengan membaca puisi, menyanyi, pragaan, bermain peran, simulasi atau senam otak yang relevan dengan materi pokok yang dibelajarkan. Aktivitas yang melibatkan unsur dan prinsip dinamika kelompok secara tak langsung bertujuan membangkitkan perasaan gembira, senang, penuh gairah sehingga peserta didik termotivasi.
Kegiatan Inti
Kegiatan ini sebagai pengembangan dan pengorganisasian materi bimbingan. Adapun pelaksanaan kegiatan pembelajaran, yakni:
Tahap pertama konselor melaksanakan kegiatan dengan menggali informasi dengan memperbanyak brain storming dan diskusi dengan melemparkan pertanyaan komplek untuk menciptakan kondisi dialog mendalam. Kegiatan pelaksanaan pembelajarannya berupa materi, tugas, dan contoh-contoh, penggunaan alat bantu, dan presentasi tugas.
Tahap kedua, merupakan tahap umpan balik yang selalu dilaksanakan konselor, setelah siswa diberi waktu untuk berdialog mendalam , semua temuan dan hasil belajar yang diperoleh selama diskusi.
Kegiatan akhir
Tahap ini merupakan tahap pengambilan simpulan dari semua yang saling dibelajarkan, sekaligus penghargaan atas segala aktivitas siswa . Tahap berikutnya adalah refleksi Kegiatan ini merupakan kegiatan bimbingan yang penting dalam pendekatan deep dialogue. Kegiatan ini bukan menyimpulkan materi, tetapi pendapat siswa tentang apasaja yang dirasakan dan dialami yang dikaitkan dengan apa saja yang dirasakan, dialami dan dilakukan di masa lalu. Siswa menyampaikan secara bebas perasaan dan keinginan yang terkait dengan materi pengajaran.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka terdapat lima komponen atau tahap dalam melakukan pendekatan deep dialogue bila dikaitkan dengan bimbingan kelompok menurut Salamah (2008: 17) yakni Kegiatan awal, peralihan dengan dinamika kelompok dalam rangka membangun komunitas, kegiatan inti dengan strategi penemuan konsep (Concept Attainment) dan pengorganisasian materi, refleksi dan evaluasi, serta analisis dan tindak lanjut.
Kegiatan awal (Pembentukan)
Kegiatan awal diselenggarakan dalam rangka pembentukan kelompok sampai dengan mengumpulkan para peserta yang siap untuk melaksanakan kegiatan kelompok. Pada kegiatan ini juga merupakan kegiatan pengenalan diri dari anggota dalam kelompok. Langkah awal dimulai dengan penjelasan tentang layanan bimbingan kelompok bagi para siswa, pengertian, tujuan dan kegunaan bimbingan kelompok.
Peralihan
Merupakan tahap transisi dari tahap pembentukan ke tahap kegiatan. Dalam tahap ini dilakukan kegiatan dinamika kelompok untuk membangun komunitas, yang bertujuan mempersiapkan siswa berkonsentrasi sebelum mengikuti inti dari kegiatan bimbingan kelompok, dengan melakukan ”hening” yaitu memusatkan fisik dan mental, mempersiapkan segenap hati, perasaan dan pikiran siswa agar dapat mengikuti kegiatan dengan mudah. serta aktivitas yang melibatkan unsur dan prinsip dinamika kelompok yang bertujuan membangkitkan perasaan gembira, senang, penuh gairah sehingga peserta didik termotivasi.
Kegiatan Inti
Kegiatan ini sebagai pengembangan dan pengorganisasian materi bimbingan. Adapun tahap yang dilalui sebagai berikut:
Tahap pertama konselor melaksanakan kegiatan dengan menggali informasi dengan memperbanyak brain storming dan diskusi dengan melemparkan pertanyaan komplek untuk menciptakan kondisi dialog mendalam. Pada tahap ini siswa dilatih sekaligus diberikan pengalaman melalui proses usaha menemukan informasi, konsep atau pengertian yang diperlukan dengan mengoptimalkan dialog mendalam antar sesama. Setiap perbedaan pendapat, pandangan dan pemikiran merupakan hal yang patut dikomunikasikan dengan tetap menghormati eksistensi masing-masing yang sedang berdialog, sehingga dalam diri siswa tertanam rasa menerima dan menghomati perbedaan, tolerensi, empati, dan terbuka. Dalam kegiatan ini konsep dan definisi tidak diberikan oleh konselor, tetapi digali oleh siswa melalui teknik concept attainment yakni proses kegiatan membangun ketercapain sebuah konsep sampai pada pengertian atau definisi.
Tahap kedua, merupakan tahap umpan balik yang selalu dilaksanakan konselor, setelah siswa diberi waktu untuk berdialog mendalam, semua temuan dan hasil belajar yang diperoleh selama diskusi. Tahap ini apapun perolehan belajar siswa merupakan upaya maksimal mereka, oleh sebab itu konselor harus mengakui dan memberi penghargaan. Selanjutnya dilakukan klarifikasi atau penajaman atas temuan siswa terarah pada kompetensi dan materi pokok yang konselor belajarkan. Umpan balik konselor dimaksudkan sebagai penegasan fungsi dialog mendalam yang bermuara pada peleksanaan evaluasi pemahaman siswa. Tahap ini sekaligus sebagai bukti bahwa konselor bukan sumber yang “tahu segalanya”, namun antar siswa dan pendidiknya terjadi saling belajar dan saling membelajarkan.
Refleksi dan evaluasi
Tahap ini merupakan tahap pengambilan simpulan dari semua yang saling dibelajarkan, sekaligus penghargaan atas segala aktivitas siswa. Tahap berikutnya adalah refleksi. Kegiatan ini merupakan kegiatan bimbingan yang penting dalam pendekatan deep dialogue. Kegiatan ini bukan menyimpulkan materi bimbingan, tetapi pendapat siswa tentang apa saja yang dirasakan, dialami dan dilakukan. Dalam penilaian ini, siswa diminta mengungkapkan perasaannya, pendapatannya, harapannya, minat dan sikapnya terhadap berbagai hal baik yang telah dilakukan selama kegiatan kelompok (yang menyangkut isi maupun proses), maupun keterlibatan mereka untuk kegiatan serupa selanjutnya.
Analisis dan Tindak Lanjut
Hasil pelaksanaan kegiatan bimbingan kelompok perlu dianalisis untuk mengetahui lebih lanjut kemajuan para peserta dan proses penyelenggaraan bimbingan kelompok. Tindak lanjut dapat dilaksanakan melalui bimbingan kelompok selanjutnya atau kegiatan yang dianggap sudah memadai dan selesai, oleh karena itu upaya tindak lanjut secara tersendiri dianggap tidak diperlukan. (Prayitno: 1995).
Kelebihan Deep Dialogue
Deep dialogue memiliki berbagai kelebihan (Salamah, U: 2008) yakni:
Melalui dialog mendalam siswa memahami bagaimana mereka berhubungan dengan orang lain dan lingkungannya.
Deep dialogue menekankan pada nilai, sikap, kepribadian, mental, emosional dan spiritual sehingga siswa belajar dengan menyenangkan dan bergairah, sehingga dapat membantu siswa mengatasi segala hambatan yang dapat mengganggu proses belajar.
Melalui deep dialogue, baik konselor maupun siswa akan dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman, karena dengan dialog mendalam mampu memasuki ranah intelektual, fisikal, sosial, mental dan emosional seseorang.
Deep dialogue dapat meningkatkan interaksi dua arah, bahkan multi arah yakni interaksi antar siswa dan antara siswa-konselor. Dalam diskusi kelompok dan presentasi unjuk kerja, kegiatan bertanya dan menjawab telah mendorong interaksi antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan konselor, antara konselor dengan siswa. Bahkan kalau mungkin antara siswa dengan narasumber yang bukan berasal dari sekolah, Interaksi yang terjadi telah secara intensif terjadi ketika mereka berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika mengalami kesulitan dan sebagainya.
Perbandingan Deep Dialogue sebagai Teknik Pengajaran dan Teknik Bimbingan Kelompok
Di bawah ini akan dipaparkan beberapa perbandingan antara deep dialogue sebagai teknik pengajaran dan deep dialogue sebagai teknik bimbingan kelompok, yakni:
Tabel 2.1 Perbandingan Deep Dialogue sebagai Teknik Pengajaran dan Teknik Bimbingan Kelompok.
Aspek Deep dialogue Sebagai Teknik Pengajaran Deep dialogue Sebagai Bimbingan Kelompok
Pelaksana Guru Konselor
Sasaran Siswa Konseli
Tujuan Ketuntasan belajar Memecahkan masalah
Kelompok Kelas Kelompok bimbingan konseling
Proses Proses pengajaran Proses bimbingan
Interaksi Guru-siswa Konselor-konseli
Evaluasi Pengajaran Bimbingan konseling

Berdasarkan pada tabel 2.1 dapat dikemukakan uraian singkat tentang perbedaan antara deep dialogue sebagai teknik pengajaran dan deep dialogue sebagai bimbingan kelompok sebagai berikut:
Pelaksana
Pelaksana deep dialogue dalam teknik pengajaran yaitu guru yang berperan dalam metode pembelajaran model pembelajaran inovatif berbasis teknik deep dialogue antara lain: sebagai motivator, fasilitator, pembimbing da evaluator. Guru sebagai fasilitator dan motivator berperan menyediakan fasilitas sumber belajar dan kondisi belajar yang dapat memotivasi, membantu dn membimbing siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuannya.
Sedangkan pelaksana deep dialogue dalam bimbingan kelompok yaitu konselor, sehingga deep dialogue dalam bimbingan kelompok berperan sebagai layanan yang memungkinkan siswa (konseli) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok yang berkembang dalam kelompok, masalah yang dibahas adalah masalah pribadi yang berkenaan dengan masalah belajar yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok, dimana dinamika kelompok adalah suasana yang hidup, yang berdenyut, yang bergerak, yang berkembang, yang ditandai dengan adanya interaksi antar sesama anggota kelompok.
Sasaran
Sasaran deep dialogue dalam teknik pengajaran yaitu siswa yang dikonsentrasikan untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman melalui dialog mendalam, meliputi:
Membimbing siswa dalam menghidupkan pengetahuan,
Memperoleh pengetahuan secara menyeluruh,
Memahami, menemukan dan menguji semua pengetahuan baru yang diperoleh,
Refleksi pengetahuan yang diperoleh melalui siswa saling bertukar informasi, mengklarifikasi, dan merefleksi semua gagasan.
Sedangkan sasaran deep dialogue dalam teknik bimbingan kelompok yaitu konseli, yang bertugas sebagai:
Melatih konseli agar mampu memahami masalah manusia pada umumnya, utamanya dalam mengurangi segala faktor-faktor penghambat kesuksesan belajar yang menimbulkan kesulitan belajar,
Mendorong pemahaman diri dan pemahaman terhadap orang lain,
Serta berupaya mengantisipasi munculnya masalah-masalah yang mungkin muncul dalam kehidupannya sehari-hari melalui dinamika kelompok yang berkembang dalam suasana kelompok.
Tujuan
Tujuan deep dialogue dalam teknik pengajaran yaitu ketuntasan belajar. Menurut Salamah, Umi (2008; 8) “Fokus kajian deep dialogue adalah keaktifan peserta didik tidak saja pada aspek fisik tetapi juga aspek intelektual. Sosial, mental, emosional dan spiritual”. Sehingga pada dasarnya model ini dirancang untuk membantu para siswa dalam kegiatan menggali dan menemukan sendiri topik yang akan dikembangkan, sehingga proses dialog mendalamnya berupa kegiatan mengamati, menganalisis dan mendialogkan dan akhirnya mengkonstruksikan pengetahuan dan pengalaman serta keterampilan baru melalui keberanianya dalam mengemukakan pendapat dan bertanya secara umum.
Sedangkan tujuan deep dialogue sebagai teknik bimbingan kelompok yaitu memecahkan masalah, dimana bimbingan kelompok merupakan proses konseling yang diselenggarakan dalam kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok yang terjadi di dalam kelompok itu. Masalah-masalah yang dibahas merupakan masalah perorangan yang cenderung sama dan dimunculkan di dalam kelompok. Namun tetap melalui kegiatan menganalisis, mendialogkan dan mengkonstruksikan pengetahuan dan pengalaman serta keterampilan baru melalui keberanianya dalam mengemukakan pendapat dan bertanya secara umum.
Kelompok
Kelompok deep dialogue dalam teknik pengajaran yaitu kelas, dengan mengelompokkan siswa secara umum, kemudian diberikan pengejaran atau bimbingan.
Sedangkan deep dialogue dalam teknik bimbingan kelompok yaitu kelompok bimbingan konseling. Teknik deep dialogue sebagai bimbingan kelompok yaitu membagi siswa menjadi beberapa kelompok sesuai dengan masalah dasar yang mereka alami, dengan demikian mereka dapat saling bertukar pikiran, menganalisis, dan memecahkan masalah pribadinya secara bersama.
Proses
Rancangan proses teknik deep dialogue baik sebagai proses pengajaran maupun proses konseling tetap menggunakan rancangan deep dialogue (dialog mendalam), yaitu mengembangkan komunitas, analisis isi, analisis latar kultural, dan pengorganisasian masalah. Yang menjadi perbedaan adalah tahapan metode yang digunakan.
Proses deep dialogue dalam teknik pengajaran menggunakan proses pengajaran. Yaitu pengembangan pengajaran diimpelemtasikan ke dalam tahapan-tahapan proses pembelajaran yang terdiri dari tiga tahapan yakni:
Tahap Prainstruksional yaitu tahap awal kegiatan yang ditempuh pada saat memulai proses pengajaran, yang terdiri dari salam, tujuan pengajaran, kompetensi yang ingin dicapai, kemudian menggunakan elemen dinamika kelompok untuk membangun komunitas.
Tahap instruksional, yaitu tahap pemberian atau pelaksanaan kegiatan pengajaran, sebagai kegiatan pengembangan dan pengorganisasian materi.
Tahap pascainstruksional, yaitu tahap pengambilan simpulan dari semua yang diajarkan.
Sedangkan proses deep dialogue dalam teknik bimbingan kelompok yaitu proses bimbingan, yang meliputi tahapan-tahapan bimbinga kelompok itu sendiri yakni:


Tahap I : Pembentukan (kegiatan awal)
Tahap II : Peralihan, yaitu kegiatan dinamika kelompok untuk membangun komunitas.
Tahap III : Kegiatan inti, yakni kegiatan pengembangan dan pengorganisasian materi bimbingan. Kegiatan ini berupa kegiatan menggali informasi dengan memperbanyak melemparkan pertanyaan komplek dan diskusi serta umpan balik untuk menciptakan kondisi dialog mendalam melalui pengorganisasian materi secara terperinci.
Tahap IV : Refleksi dan evaluasi,
Tahap V : Analisis dan tindak lanjut.
Interaksi
Interaksi deep dialogue dalam teknik pengajaran yaitu guru-siswa. Dimana guru hendaknya memberikan kesempatan pada siswa untuk menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan merangsang keingintahuan siswa dalam kegiatan menganalisis, mendialogkan dan mengkonstruksikan pengetahuan dan pengalaman serta keterampilan baru melalui keberanianya dalam mengemukakan pendapat dan bertanya secara umum dan terbuka.
Sedangkan interaksi deep dialogue dalam teknik bimbingan adalah kelompok yaitu konselor-konseli. Dimana dalam suasana bimbingan kelompok mereka akan merasa lebih mudah membicarakan topik/masalah yang mereka hadapi kepada kelompok, mereka akan dapat leluasa dalam bergaul dan saling terbuka dalam membahas suatu masalah dalam diri pribadi melalui bentuk dialog, sehingga mereka akan dapat saling memberikan dukungan, motivasi dan juga dapat saling bertukar pikiran, pendapat, dan pengalaman yang nantinya akan bermanfaat bagi mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Evaluasi
Evaluasi deep dialogue dalam teknik pengajaran yaitu pengajaran. Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai konstribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
Sedangkan evaluasi deep dialogue dalam teknik bimbingan kelompok yaitu bimbingan konseling. Konselor dan konseli merangkum masalah-masalah perorangan yang muncul di dalam kelompok itu. Masalah-masalah tersebut dilayani melalui pembahasan yag intensif oleh seluruh anggota kelompok, masalah demi masalah satu persatu, tanpa kecuali, sehingga semua masalah terpecahkan.
Penerapan Deep Dialogue Technique dalam bimbingan kelompok terhadap Kesulitan Belajar Akuntansi Siswa.
Aktivitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlansung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak lancar, kadang-kadang cepat dapat menangkap apa yang dipelajari, kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang semangat tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Dalam hal dimana anak didik/ siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar.
Masalah kesulitan belajar siswa dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang dimaksud adalah faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri. Dan faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa.
Masalah kesulitan belajar siswa utamanya pada kesulitan belajar akuntansi jika tidak ditangani sedini mungkin dapat berakibat fatal bagi siswa yang bersangkutan. Akibat tersebut dapat berupa terhambatnya proses belajar mengajar siswa di sekolah, dan rendahnya pencapaian hasil belajar. Oleh karena itu, sebagai konselor atau guru pembimbing di sekolah harus mengetahui gejala-gejala dari kesulitan belajar tersebut utamanya kesulitan belajat akuntansi. Gejala tersebut dapat berupa menunjukkan prestasi yang rendah/di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompok kelas. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar. Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dan dusta. Menunjukkan tingkah laku yang berlainan seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan tugas, mengganggu dalam atau di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalambelajar, mengasingkan diri, tersisihkan, dan tidak mau bekerja sama. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar seperti pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu seperti dalam menghadapi nilai rendah.
Salah satu bentuk kegiatan yang dapat membantu siswa dalam mengurangi kesulitan belajar akuntansi yang dimilikinya adalah melalui bimbingan kelompok melalui teknik deep dialogue. Deep dialogue (dialog mendalam), dapat diartikan dialog yang dilakukan secara mendalam tentang topik tertentu yang harus diwujudkan dalam hubungan yang interpersonal, saling keterbukaan, jujur dan mengandalkan kebaikan.
Dengan demikian melalui kegiatan deep dialogue dapat membantu siswa untuk memahami masalah manusia pada umumnya, mendorong pemahaman diri dan pemahaman terhadap orang lain, dan mengurangi segala faktor-faktor penghambat kesuksesan belajar yang menimbulkan kesulitan belajar, membantu siswa mengenali dan memahami dirinya dalam berhubungan dengan orang lain serta memungkinkan para siswa yang terlibat dalam kegiatan deep dialogue technique siswa akan belajar mengenal dunia lain di luar dunia dirinya dan selanjutnya mampu menghargai perbedaan-perbedaan yang ada di dalam masyarakat, sehingga siswa akan memiliki kemampuan dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi sekaligus berupaya mengantisipasi munculnya masalah-masalah yang mungkin muncul dalam kehidupannya sehari-hari. Maka dari itu, deep dialogue dipergunakan untuk mengungkapkan permasalahan-permasalah yang sedang dihadapi khususnya dalam lingkungan sekolah terutama dalam mengurangi kesulitan belajar akuntansi siswa, dalam wujud pengoperasian potensi intelektual untuk menganalisis, membuat pertimbangan dan mengambil keputusan secara tepat dan melaksanakannya secara benar.


KERANGKA PIKIR
Pada umumnya diketahui bahwa belajar merupakan kebutuhan yang vital bagi manusia. Sehingga aktivitas belajar bagi setiap individu tidak selamanya berlangsung secara wajar. Kadang lancar, kadang tidak lancar, kadang cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang terasa sulit. Siswa yang lancar, berhasil dan tidak mengalami kesulitan, tidak memerlukan perhatian yang terlalu banyak, kecuali dalam hal pemeliharaan dan perbaikan tingkat prestasi belajar yang dicapai, sebaliknya siswa yang gagal, tidak lancar atau mengalami kesulitan belajar perlu mendapat bantuan dan perhatian yang lebih besar dari pendidik, khususnya guru pembimbing agar dapat mencapai perkembangan yang optimal.
Proses belajar akuntansi senantiasa diarahkan pada pencapaian hasil belajar yang lebih baik, namun pada kenyataannya, sebagian besar siswa gagal memperoleh hasil yang diharapkan, karena begitu banyak faktor yang mengakibatkan kegagalan, berupa gangguan yang menghambat kemajuan belajar. Faktor itu adalah faktor intern siswa atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri dan faktor ekstern siswa yang datang dari luar diri siswa, yang seringkali ditandai dengan prestasi belajar yang diperoleh di bawah rata-rata; lambat melaksanakan tugas-tugas kegiatan belajar; menunjukkan sikap kurang wajar seperti acuh tak acuh, menentang, ribut dalam kelas; dan menunjukkan tingkah laku yang berlainan seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR), mengganggu di dalam atau di luar kelas; serta menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar. Seorang siswa dapat berhasil dengan baik bila ia melibatkan intelektual secara optimal dan jauh dari gangguan faktor-faktor penghambat. (Ahmadi & Supriyono, 2004: 94).
Sebagaimana kesulitan belajar pada umumnya, kesulitan belajar akuntansi juga memerlukan penanganan melalui bimbingan dan konseling dalam bentuk bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik deep dialogue. Deep dialogue (dialog mendalam), dapat diartikan bahwa dialog yang dilakukan secara mendalam tentang suatu topik tertentu yang harus diwujudkan dalam hubungan yang interpersonal, saling keterbukaan, dan jujur. Maka dari itu, deep dialogue dipergunakan untuk mengungkapkan permasalahan-permasalah yang sedang dihadapi khususnya dalam lingkungan sekolah terutama dalam mengurangi kesulitan belajar akuntansi siswa, dalam wujud pengoperasian potensi intelektual untuk menganalisis, membuat pertimbangan dan mengambil keputusan secara tepat dan melaksanakannya secara benar. Pelaksanaan teknik deep dialogue ini akan dilaksanakan dalam bimbingan kelompok sebagai upaya untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi diri.
Melalui teknik deep dialogue dalam kelompok ini diharapkan siswa dapat mengurangi kesulitan belajarnya utamanya pada akuntansi sehingga setelah melalui proses perubahan belajar, mereka dapat mencapai hasil belajar yang optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat yang dimilikinya, serta terhindar dari faktor-faktor yang dapat menghambat keberhasilan dalam belajar.
Adapaun kerangka pikir dalam penilitian ini akan digambarkan dalam bentuk skema berikut :









Gambar 2.2. Skema Kerangka Pikir Penelitian
HIPOTESIS
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah “Ada pengaruh penerapan teknik deep dialogue dalam bimbingan kelompok untuk mengurangi kesulitan belajar akuntansi siswa di SMK Negeri 1 Jeneponto.

BAB III
METODE PENELITIAN
Pendekatan dan Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan eksperimen yang bersifat kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan di sini adalah Pre-Eksperimental Designs. Desain eksperimen yang digunakan adalah One-Group Pretest-Postest Design. Desain ini digambarkan sebagai berikut:

O_1X O_2

(Sugiyono, 2007)
Keterangan:
O1 : Pengukuran pertama sebelum subyek diberi perlakuan
X : Treatmen atau perlakukan (pemberian teknik deep dialogue)
O2 : Pengukuran kedua setelah subyek diberi perlakuan
Adapun prosedur pelaksanaan penelitian mulai dari tahap penentuan kelompok, pretest, pemberian perlakuan berupa metode deep dialogue, dan postest yaitu sebagai berikut:
Penentuan subyek eksperimen dengan berdasar pada penentuan sampel, yaitu kelas XI jurusan Akuntansi dengan jumlah siswa sebanyak 20 orang.
Pelaksanaan pretest terhadap subyek eksperimen berupa pemberian angket penelitian yang berisi daftar pertanyaan tentang tingkat kesulitan belajar akuntansi siswa di SMK Negeri 1 Jeneponto.
Pemberian perlakuan berupa teknik deep dialogue terhadap subyek eksperimen.
Pelaksanaan postest terhadap subjek eksperimen berupa pemberian angket penelitian yang berisi item pertanyaan tentang kesulitan belajar akuntansi siswa, seperti halnya pada pelaksanaan pretest.
Untuk kebutuhan analisis data, dicari selisih skor pretest dan postest untuk subjek eksperimen.
Peubah dan Definisi Operasional
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji dua peubah, yaitu “Teknik deep dialogue dalam bimbingan kelompok” sebagai peubah bebas (X) dan “kesulitan belajar akuntansi siswa” sebagai peubah terikat (Y).
Definisi operasional merupakan batasan-batasan yang digunakan untuk menghindari perbedaan interpretasi terhadap peubah yang diteliti dan sekaligus menyamakan persepsi tentang peubah yang dikaji, maka dikemukakan definisi operasional peubah sebagai berikut :
Deep dialogue ialah dialog yang dilakukan secara mendalam tentang topik tertentu yang harus diwujudkan dalam hubungan yang interpersonal, saling keterbukaan dan jujur.
Bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada individu dalam situasi kelompok, yang mengalami masalah yang sama dengan memanfaatkan dinamika kelompok atau suasana yang berkembang dalam kelompok.
Kesulitan belajar adalah suatu kondisi atau tingkah laku yang mengalami hambatan dalam mencapai hasil belajar yang disebabkan oleh faktor intern siswa yang berupa kondisi fisik, cara belajar, motivasi belajar, sikap, kemampuan, minat, kelengkapan belajar, dan kondisi psikis, dan faktor ekstern siswa yang berupa keadaan keluarga, keadaan sekolah dan keadaan lingkungan.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI jurusan Akuntansi yang terdaftar pada tahun ajaran 2010-2011 sebanyak 20 siswa yang telah teridentifikasi mengalami kesulitan belajar yakni 10 orang siswa dari kelas XI Akuntansi 1 dan 10 orang siswa dari kelas XI Akuntansi 2. Adapun teknik sampling yang digunakan adalah Sampling Purposive dimana subjek penelitian diambil dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru pembimbing SMK Negeri 1 Jeneponto pada tanggal 23 November 2010 terdapat 20 siswa yang teridentifikasi mengalami kesulitan belajar akuntansi yang ditandai dengan Prestasi belajar yang diperoleh di bawah rata-rata seluruh kelas XI Jurusan Akuntansi, lambat melaksanakan tugas-tugas belajar karena tugas yang terlalu banyak dari guru sedangkan waktu yang disediakan kurang, Sering terlambat, membolos di sekolah atau pada saat pelajaran berlangsung, dan tidak mengindahkan pelajaran.
Instrumen Penelitian
Ada dua jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu bahan perlakuan dan instrumen pengumpulan data.



Bahan Perlakuan
Bahan perlakuan berupa skenario teknik deep dialogue dalam bimbingan kelompok, kegiatan ini terbagi dalam sesi pertemuan termasuk pretest dan post test.
Instrument Pengumpulan Data
Angket
Pengumpulan data penelitian di lapangan ini dilakukan dengan menggunakan instrumen angket. Angket digunakan untuk memperoleh data tentang tingkat kesulitan belajar akuntansi, baik pada pretest maupun postest.
Kuesioner yang diberikan kepada responden peneliti, dimana angket peneliti sifatnya tertutup, karena setiap item pernyataan telah dilengkapi dengan pilihan jawaban, dengan lima pilihan jawaban yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), cukup sesuai (CS), Kurang Sesuai (KS), dan tidak sesuai (TS). Untuk kepentingan analisis data, maka angket penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Skala Likert dengan rentang 1 sampai 5
Tabel 3.1. Pembobotan Item Angket Penelitian.
Pilihan Jawaban Kategori
Favorable Unfavorable
Sangat Sesuai 5 1
Sesuai 4 2
Cukup Sesuai 3 3
Kurang Sesuai 2 4
Tidak Sesuai 1 5
Sebelum angket digunakan untuk penelitian lapangan, angket terlebih dahulu divalidasi oleh Dosen Pembimbing, kemudian diujicoba di lapangan dan kemudian dilakukan uji coba dan reliabilitas angket penelitian untuk mengetahui validitas dan realibilitasnya sehingga diperoleh:
Uji Validitas.
Dari hasil uji validitas skala dengan menggunakan pengolahan komputer program SPSS 16,0 ditemukan bahwa dari 35 item pernyataan, yang tidak valid sebanyak 4 item disebabkan nilai r yang diperoleh < (lebih kecil atau kurang) dari 0,3 seperti yang dikemukakan oleh Sugiono dan Wibowo dalam Sujianto (2009), yaitu item nomor 2 (0,257), nomor 6 (-0,135), nomor 12 (0,051), nomor 21 (0.082), sehingga jumlah item setelah uji validitas sebanyak 31 item pernyataan. Uji Realibilitas Suatu alat ukur dikatakan memiliki realibilitas yang baik apabila alat ukur tersebut dapat memberikan skor yang relatif sama pada seorang responden, jika responden tersebut mengisi skala pada waktu yang tidak bersamaan atau pada tempat yang berbeda, walaupun harus memperhatikan adanya aspek persamaan karakteristik. Dalam penentuan tingkat realibilitas suatu instrumen penelitian dapat diterima apabila memiliki koefisien alpha lebih besar dari 0,60, sesuai yang dikemukakan oleh Nugroho dan Suyuthi (dalam Sujianto 2009). Sehingga instrumen penelitian ini dikatakan reliabel karena memiliki koefisien alpha > 0,60 yaitu 0,907.

Observasi
Teknik observasi dibuat untuk mencatat reaksi-reaksi dan partisipasi siswa selama mengikuti kegiatan melalui pengamatan secara langsung terhadap subjek penelitian. Adapun cara penggunaanya yaitu dengan memberikan tanda cek () pada setiap aspek yang muncul. Adapun kriterianya ditentukan sendiri oleh peneliti berdasarkan persentase kemunculan setiap aspek pada setiap kali pertemuan latihan dengan menggunakan rumus persentase sebagai berikut:
Analisis Individual
Analisi Kelompok
Analisi Per Aspek
(Abimanyu, 1983: 26)
Dimana:
Nm : Jumlah item yang tercek dari satu siswa
N : Jumlah item dari seluruh aspek yang diobservasi
Nm : Jumlah cek pada item aspek tertentu yang tercek dari seluruh siswa
P : Jumlah siswa
NmP : Jumlah cek seluruh item aspek yang tercek dari seluruh siswa
N : Jumlah item dalm aspek yang diobservasi

Kriteria untuk penentuan hasil observasi dibuat berdasarkan hasil analisis persentase individual, kelompok dan peraspek, yaitu nilai tertinggi 100 % dan angka terendah 0 % sehingga diperoleh kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.2 : Kriteria penentuan hasil observasi
Persentase Kriteria
80 % - 100 % Sangat Tinggi
60 % - 79 % Tinggi
40 % - 59 % Sedang
20 % - 39 % Rendah
0 % - 19 % Sangat Rendah
(Abimanyu, 1983: 26)
Teknik Analisis Data.
Analisis data penelitian dimaksudkan untuk menganalisis data hasil angket penelitian berkaitan dengan kesulitan belajar akuntansi siswa, teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan Wilcoxon Signed Ranks Test.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan kesulitan belajar akuntansi sebelum (pretest) dan sesudah (postest) diberi perlakuan berupa teknik Deep Dialogue di SMK Negeri 1 Jeneponto. Untuk keperluan tersebut, maka dibuatkan tabel distribusi frekuensi dan persentase dan masing-masing peubah dibagi atas empat kategori pengukuran peubah.
Pengukuran peubah kesulitan belajar dengan menggunakan angket sebanyak 31 pertanyaan, diperoleh skor tertinggi yaitu 31 x 5 = 155 dan terendah adalah 31 x 1 = 31 kemudian dibagi atas 5 sehingga diperoleh 24,8 atau dibulatkan menjadi 25. Adapun pengkategorian nilainya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.3. Kriteria Tingkat Penentuan Hasil Pemberian Angket.
Nilai Kategori
133 – 157 Sangat Tinggi
108 – 132 Tinggi
82 – 107 Sedang
57 – 81 Rendah
31 – 56 Sangat Rendah

Guna memperoleh gambaran umum tingkat kesulitan belajar siswa, maka dilakukan perhitungan rata-rata, dengan rumus:
P = (Tiro, 2002:242)
Dimana:
P = Persentase
f = Frekuensi yang dicapai persentasenya
N = Jumlah subyek (sampel)
Guna memperoleh gambaran umum tentang tingkat kesulitan belajar akuntansi siswa SMK Negeri 1 Jeneponto sebelum dan setelah perlakuan berupa latihan, maka untuk keperluan tersebut, maka dilakukan perhitungan rata-rata skor peubah dengan rumus:
(Hadi 2004: 40)

Di mana:
Me : Mean (rata-rata)
Xi : Nilai X ke i sampai ke n
N : Banyaknya subjek

Wilcoxon Signed Ranks Test
Analisis data merupakan bagian yang teramat penting dalam penelitian, karena dengan analisis, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Untuk menganalisis data digunakan metode statistik yaitu cara-cara ilmiah yang di persiapkan untuk mengumpulkan, menyusun, menyajikan dan menganalisis data penyelidikan yang berwujud angka-angka. Dengan analisis data maka akan dapat membuktikan hipotesis dan menarik tentang masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini menggunakan statistik non parametrik berupa Uji Wilcoxon Signed Ranks Test, dan skala yang dipakai berupa skala bertingkat. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Rumus uji Wilcoxon (Sugiyono, 1996:133)
z=(T-μ_T)/σT=(T-n(n + 1)/4)/√(n(n+1)(2n+1)/24)
Keterangan:
T = Jumlah jenjang yang kecil
n = Jumlah sampel
Dari hasil hitung tersebut dikonsultasikan dengan indeks tabel wilcoxon. Jika hasil analisis lebih besar dari indeks tabel wilcoxon, maka berarti teknik deep dialogue dalam bimbingan kelompok efektif untuk mengurangi kesulitan belajar akuntansi siswa di SMK Negeri 1 Jeneponto.
Kriteria uji:
Hipotesis penelitian (Ha) diterima jika Z(hitung) ≥ Z (tabel) atau ρ value lebih kecil dari σ atau Sign (2 tailed) < dari 0,05, hal ini berarti terdapat perbedaan kesulitan belajar akuntansi siswa sebelum dan sesudah pemberian teknik deep dialogue, maka berarti teknik deep dialogue efektif digunakan untuk mengurangi kesulitna belajar akuntansi siswa di SMK Negeri 1 Jeneponto. Hipotesis penelitian (Ha) ditolak jika Z(hitung) ≤ Z (table) atau Sign (2 tailed) > dari 0,05, hal ini berarti tidak terdapat perbedaan kesulitan belajar akuntansi siswa sebelum dan sesudah pemberian teknik deep dialogue dalam bimbingan kelompok, maka berarti teknik deep dialogue tidak efektif dalam mengurangi kesulitan belajar akuntansi siswa di SMK Negeri 1 Jeneponto. Data tersebut diolah melalui komputer program SPSS seri 16,0

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN
Penelitian dengan menggunakan Pre-Eksperimen yang dilakukan terhadap 20 siswa mengenai kesulitan belajar akuntansi siswa di SMK Negeri 1Jeneponto sebelum dan sesudah perlakuan yang berupa teknik deep dialogue dalam bimbingan kelompok, dimana datanya diperoleh melalui instrument angket interaksi sosial siswa dan hasilnya dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan Wilcoxon Signed Rank Test untuk uji hipotesis.
Gambaran pelaksanaan teknik deep dialogue dalam bimbingan kelompok
Pertemuan 1
Fasilitator : Sumarni (Peneliti)
Pembantu : Drs. Abd. Rasyid (Guru Pembimbing SMKN 1 Jeneponto).
Kegiatan : Pretest.
Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 11 April 2011, guru pembimbing memperkenalkan fasilitator kepada konseli, menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan fasilitator, serta menjelaskan tujuan dikumpulkannya mereka di tempat itu, fasilitator membangun rapport dengan siswa, lalu fasilitator membagikan angket kesulitan belajar Akuntansi siswa dalam kelas pada konseli, menjelaskan petunjuk pengisiannya, dan pentingnya kejujuran konseli dalam proses pengisian demi kelancaran kegiatan selanjutnya, dan mempersilahkan konseli atau siswa untuk mengisinya selama 20 menit. Setelah diisi fasilitator mengumpulkan angket tersebut kemudian menyepakati pertemuan selanjutnya, yakni pada hari dan jam yang sama pekan depannya tanggal 14 Mei 2011
Pertemuan 2
Fasilitator : Sumarni (Peneliti)
Observer : Drs. Abd. Rasyid.
Kegiatan : Pemberian Informasi tentang Teknik Deep Dialogue.
Pada pertemuan kedua pada tanggal 14 April 2011, sesuai dengan skenario pelaksanaan maka fasilitator memberikan informasi kepada konseli tentang tujuan, dan pentingnya konseling yang akan dilaksanakan dan penjelasan secara umum mengenai teknik deep dialogue. Namun pada pertemuan ini fasilitator belum melihat adanya keakraban yang mendalam dengan konseli yang lainnya maka konselor mengantar konseli dengan melakukan permainan saling mengenal untuk menjalin keakraban dengan konseli. Fasilitator kemudian membagikan lembar informasi kepada konseli tentang teknik deep dialogue, lalu mengatar konseli untuk sharing bersama mengenai bahan informasi tersebut. Selanjutnya fasilitator menutup sesi tersebut setelah menyepakati waktu pertemuan selanjutnya dan menjelaskan hubungan sesi ini dengan pertemuan berikutnya. Pada pertemuan ini konseli sudah ada yang terlibat namun masih banyak yang ragu dalam berinteraksi dengan temannya.
Pertemuan 3
Fasilitator : Sumarni (Peneliti)
Observer : Drs. Abd. Rasyid.
Kegiatan : Bimbingan Kelompok tentang cara Belajar yang Efektif.
Deskripsi pelaksanaan pada pertemuan ke – 3 yang dilaksanakan pada tanggal 19 Mei 2011, pelaksanaan latihan 1 fasilitator terlebih dahulu mengantar konseli dengan melakukan “hening” sejenak untuk melatih pemusatan pemikiran konseli terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan. Setelah melakukan “hening” fasilitator mengantar konseli untuk berdiskusi sejenak sambil menjelaskan tujuan kegiatan sesi yang akan dilaksanakan yaitu agar konseli dapat memaparkan, apa makna, bagaimana serta tujuan belajar menurut mereka. Kemudian fasilitator membagi konseli kedalam 4 kelompok yang tiap kelompok beranggotakan 5 orang. Kelompok tersebut terdiri dari: kelompok 1 (IA, AN, RWP, SM, DW), Kelompok 2 (SW, MW, HS, KSS, SNA), Kelompok 3 (KCB, NFN, SM, NA, NS), kelompok 4 (RS, NV, AS, NB, dan MAA). Fasilitator mengembangkan dan mengorganisasikan materi dengan memperhatikan prinsip “4 W dan 1 H” yakni What (apa), Why (mengapa), when (kapan), where (dimana) dan How (Bagaimana) yang terdapat dalam mekanisme pelaksanaan teknik deep dialogue dengan mempersilahkan konseli untuk melakukan diskusi kecil di kelompoknya masing-masing. Setelah konseli melakukan diskusi kecil, fasilitator mempersilahkan masing-masing kelompok mempersentasikan hasil kesimpulan dari diskusi kelompoknya, kemudian memberi kesempatan kepada kelompok lain menanggapi pendapat kelompok yang persentase dan fasilitator menjelaskan kepada konseli yang belum mengerti sekaitan dengan materi tersebut. fasilitator mereviuw tujuan sesi ini guna merefleksi dan mengarahkan konseli menilai ketercapaiannya, selanjutnya fasilitator menutup sesi tersebut setelah menyepakati waktu pertemuan selanjutnya dan menjelaskan hubungan antara sesi ini dengan sesi berikutnya. Dan waktu yang disepakati untuk pertemuan selanjutnya adalah pada tanggal 21 Mei 2011. Pada kegaiatan ini partisipasi konseli sudah beberapa orang yang, terlibat walaupun sebagan besar konseli masih ragu – ragu dalam mengungkapkan pemikirannya. Hal ini selaras dengan hasil persentase observasi, pada pertemuan ini hanya 1 orang yang berada pada kriteria sangat tinggi yaitu NFN.
Pertemuan 4
Fasilitator : Sumarni (Peneliti)
Observer : Drs. Abd. Rasyid.
Kegiatan : Bimbingan Kelompok tentang Cara Mengurangi Kesulitan Belajar Bagian I.
Deskripsi pelaksanaan pada pertemuan ke – 4 yang dilaksanakan pada tanggal 21 Mei 2011, pelaksanaan latihan 2 fasilitator terlebih dahulu mengantar konseli dengan melakukan “hening” sejenak untuk melatih pemusatan pemikiran konseli terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan. Setelah melakukan “hening” fasilitator mengantar konseli untuk berdiskusi sejenak untuk mereview kembali sesi kegiatan sebelumnya tentang apa makna, bagaimana serta tujuan belajar menurut mereka sambil menjelaskan tujuan kegiatan sesi yang akan dilaksanakan yaitu agar konseli dapat mengetahui bagaimana cara mengurangi kesulitan belajar yang berorientasi pada perumusan secara umum masalah utama dari permasalahan kesulitan belajar Akuntansi yang dialami. Serta sebab-sebab mengapa mengalami masalah kesulitan belajar akuntansi.. Kemudian fasilitator membagi konseli kedalam 4 kelompok yang tiap kelompok beranggotakan 5 orang. Kelompok tersebut terdiri dari: kelompok 1 (IA, AN, RWP, SM, DW), Kelompok 2 (SW, MW, HS, KSS, SNA), Kelompok 3 (KCB, NFN, SM, NA, NS), kelompok 4 (RS, NV, AS, NB, dan MAA). Fasilitator mengembangkan dan Mengorganisasikan materi dengan memperhatikan prinsip “4 W dan 1 H” yakni What (apa), Why (mengapa), when (kapan), where (dimana) dan How (Bagaimana) yang terdapat dalam mekanisme pelaksanaan teknik deep dialogue dengan mempersilahkan konseli untuk melakukan diskusi kecil di kelompoknya masing-masing. Setelah konseli melakukan diskusi kecil, fasilitator mempersilahkan masing-masing kelompok mempersentasikan hasil kesimpulan dari diskusi kelompoknya, kemudian memberi kesempatan kepada kelompok lain menanggapi pendapat kelompok yang persentase dan fasilitator menjelaskan kepada konseli yang belum mengerti sekaitan dengan materi tersebut. fasilitator mereviuw tujuan sesi ini guna merefleksi dan mengarahkan konseli menilai ketercapaiannya, selanjutnya fasilitator menutup sesi tersebut setelah menyepakati waktu pertemuan selanjutnya dan menjelaskan hubungan antara sesi ini dengan sesi berikutnya. Dan waktu yang disepakati untuk pertemuan selanjutnya adalah pada tanggal 24 Mei 2011.
Pada kegaiatan ini partisipasi konseli sudah memperlihatkan pertisipasinya dengan adanya beberapa konseli yang sudah bisa memberi penjelasan tentang pertanyaan yang diberikan, walaupun ada beberapa konseli masih ragu – ragu dalam mengungkapkan pemikirannya. Hal ini selaras dengan hasil persentase observasi, pada pertemuan ini ada 2 orang yang berada pada kriteria sangat tinggi.

Pertemuan 5
Fasilitator : Sumarni (Peneliti)
Observer : Drs. Abd. Rasyid.
Kegiatan : Bimbingan Kelompok tentang Cara Mengurangi Kesulitan Belajar Bagian II.
Deskripsi pelaksanaan pada pertemuan ke – 5 yang dilaksanakan pada tanggal 24 Mei 2011, pelaksanaan latihan 3 fasilitator terlebih dahulu mengantar konseli dengan melakukan “hening” sejenak untuk melatih pemusatan pemikiran konseli terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan. Setelah melakukan “hening” fasilitator mengantar konseli untuk berdiskusi sejenak untuk mereview kembali sesi kegiatan sebelumnya sambil menjelaskan tujuan kegiatan sesi yang akan dilaksanakan yaitu agar konseli dapat mengetahui bagaimana cara mengurangi kesulitan belajar yang berorientasi pada konseli dapat merumuskan tujuan belajarnya, kekuatan apa yang dimiliki sehubungan dengan tujuan tersebut, dan apa yang mesti dimiliki untuk mencapai tujuan tersebut. Kemudian fasilitator membagi konseli kedalam 4 kelompok yang tiap kelompok beranggotakan 5 orang. Kelompok tersebut terdiri dari: kelompok 1 (IA, AN, RWP, SM, DW), Kelompok 2 (SW, MW, HS, KSS, SNA), Kelompok 3 (KCB, NFN, SM, NA, NS), kelompok 4 (RS, NV, AS, NB, dan MAA). Kemudian fasilitator mengembangkan dan Mengorganisasikan materi dengan memperhatikan prinsip “4 W dan 1 H” yakni What (apa), Why (mengapa), when (kapan), where (dimana) dan How (Bagaimana) dengan mempersilahkan konseli untuk melakukan diskusi kecil di kelompoknya masing-masing. Setelah konseli melakukan diskusi kecil, fasilitator mempersilahkan masing-masing kelompok mempersentasikan hasil kesimpulan dari diskusi kelompoknya, kemudian memberi kesempatan kepada kelompok lain menanggapi pendapat kelompok yang persentase dan fasilitator menjelaskan kepada konseli yang belum mengerti sekaitan dengan materi tersebut. fasilitator mereviu tujuan sesi ini guna merefleksi dan mengarahkan konseli menilai ketercapaiannya, selanjutnya fasilitator menutup sesi tersebut setelah menyepakati waktu pertemuan selanjutnya dan menjelaskan hubungan antara sesi ini dengan sesi berikutnya. Dan waktu yang disepakati untuk pertemuan selanjutnya adalah pada tanggal 26 Mei 2011.
Pada sesi ini mayoritas konseli menunjukkan partisipasi yang positif dan aktif ditandai dengan mereka sudah dapat merumuskan tujuan belajarnya, kekuatan apa yang dimiliki sehubungan dengan tujuan tersebut, dan apa yang mesti dimiliki untuk mencapai tujuan tersebut.
Pertemuan 6
Fasilitator : Sumarni (Peneliti)
Observer : Drs. Abd. Rasyid.
Kegiatan : Bimbingan Kelompok tentang Cara Mengurangi Kesulitan Belajar Bagian III.
Deskripsi pelaksanaan pada pertemuan ke – 6 yang dilaksanakan pada tanggal 26 Mei 2011, pelaksanaan latihan 4 fasilitator terlebih dahulu mengantar konseli dengan melakukan “hening” sejenak untuk melatih pemusatan pemikiran konseli terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan. Setelah melakukan “hening” fasilitator mengantar konseli untuk berdiskusi sejenak untuk mereview kembali sesi kegiatan sebelumnya sambil menjelaskan tujuan kegiatan sesi yang akan dilaksanakan yaitu agar konseli dapat mengetahui bagaimana cara mengurangi kesulitan belajar. Kemudian fasilitator mengembangkan dan Mengorganisasikan materi dengan memperhatikan prinsip “4 W dan 1 H” yakni What (apa), Why (mengapa), when (kapan), where (dimana) dan How (Bagaimana) dengan mengarahkan konseli untuk berdiskusi dan sharing secara mendalam tentang materi tersebut. Dengan tetap memberi kesempatan kepada konseli lain untuk menanggapi pendapat temannya. Setelah mengarahkan konseli untuk berdialog mendalam, fasilitator menjelaskan kepada konseli yang belum mengerti sekaitan dengan materi tersebut. fasilitator mereviu tujuan sesi ini guna merefleksi dan mengarahkan konseli menilai ketercapaiannya, selanjutnya fasilitator menutup sesi tersebut setelah menyepakati waktu pertemuan selanjutnya dan menjelaskan hubungan antara sesi ini dengan sesi berikutnya. Dan waktu yang disepakati untuk pertemuan selanjutnya adalah pada tanggal 27 Mei 2011.
Pada sesi ini partisipasi konseli sangat aktif dimana konseli sudah dapat menjelaskan, dan menjawab pertanyaan tentang hasil identifikasinya terhadap cara pandang mereka dalam mengurangi kesulitan belajar akuntansi.
Pertemuan 7
Fasilitator : Sumarni (Peneliti)
Observer : Drs. Abd. Rasyid.
Kegiatan : Evaluasi Pelaksanaan Teknik deep dialogue.
Deskripsi pelaksanaan pada pertemuan ke – 27 yang dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2011, pelaksanaan latihan 5 fasilitator terlebih dahulu mengantar konseli dengan melakukan “hening” sejenak untuk melatih pemusatan pemikiran konseli terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan. Setelah melakukan “hening” fasilitator mengantar konseli untuk berdiskusi sejenak untuk mereview kembali sesi kegiatan sebelumnya sambil menjelaskan tujuan kegiatan sesi yang akan dilaksanakan yaitu untuk mengevaluasi dan merefleksi hasil sesi-sesi kegiatan yang telah dilaksanakan. Kemudian fasilitator mengajukan pertanyaan kepada siswa untuk mendapatkan rangkuman pendapat mereka tentang kebermanfaaatan pengalaman belajar yang diperoleh dari kegiatan bimbingan kelompok dengan teknik deep dialogue dan kesediaan mereka untuk menerapkan pengalaman tersebut di luar kelompok atau dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian fasilitator mengucapkan terima kasih atas partisipasi konseli dalam sesi-sesi kegiatan ini, dan selanjutnya fasilitator menutup sesi tersebut setelah menyepakati waktu pertemuan selanjutnya untuk melakukan post-test. Dan waktu yang disepakati untuk pertemuan selanjutnya adalah pada tanggal 28 Mei 2011.
Pada sesi ini partisipasi konseli sangat aktif dimana konseli sudah dapat menjelaskan, dan menjawab pertanyaan tentang hasil identifikasinya terhadap cara pandang mereka dalam mengurangi kesulitan belajar akuntansi, dan kebulatan tekad meraka ingin merealisasikannya dalam kehidupannya sehari-hari.
Pertemuan 8
Fasilitator : Sumarni (Peneliti)
Pembantu : Drs. Abd. Rasyid.
Kegiatan : Post-test
Pertemuan ke – 8 dilaksanakan pada tanggal 28 Mei 2011, fasilitator membagikan angket kesulitan belajar pada konseli, menjelaskan petunjuk pengisiannya, sebagaimana pada pertemuan pertama, dan mempersilahkan konseli untuk mengisinya selama 20 menit. Setelah diisi fasilitator mengumpulkan angket tersebut, setelah itu fasilitator mengucapakn terima kasih atas partisipasi konseli selama kegiatan ini berlangsung.
Adapun deskripsi oservasi berdasarkan aspek perhatian, toleransi, partisipasi,dan inisiatif konseli selama mengikuti kegiatan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1. Data Hasil Observasi
PERSENTASE KRITERIA PERTEMUAN
II III IV V VI VII
80% - 100% Sangat tinggi 1 1 2 3 11 16
60% - 79% Tinggi 3 4 14 15 7 2
40% - 59% Sedang 6 13 2 0 0 0
20% - 39% Rendah 10 2 2 2 2 2
0% - 19% Sangat rendah 0 0 0 0 0 0
JUMLAH 20 20 20 20 20 20
Sumber: Hasil Observasi
Gambaran Kesulitan belajar Akuntansi siswa.
Gambaran umum kesulitan belajar Akuntansi siswa di SMK Negeri 1 Jeneponto sebelum dan sesudah diterapkannya teknik deep dialogue dalam bimbingan kelompok, maka berikut ini akan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Untuk menguji hipotesis penelitian mengenai adanya perbedaan tingkat kesulitan belajar siswa sebelum dan sesudah diberi teknik deep dialogue.
Tabel 4.2. Data Tingkat kesulitan belajar siswa di SMK Negeri 1 Jeneponto Sebelum (Pretest) Dan Sesudah (Posttest) diberi Perlakuan berupa teknik deep dialogue dalam bimbingan kelompok.
Interval Kategori Pretest Posttest
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
133 – 157 Sangat Tinggi 2 10 % - -
108 – 132 Tinggi 12 60 % 2 10 %
82 – 107 Sedang 5 25 % 13 65 %
57 – 81 Rendah 1 5 % 4 20 %
31 – 56 Sangat Rendah - 1 5 %
Jumlah 20 100 % 20 100 %
Sumber: Hasil Angket Penelitian
Tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat kesulitan belajar siswa di SMK Negeri 1 Jeneponto sebelum diberi teknik deep dialogue, tingkat kesulitan belajar siswa, yaitu 2 responden (10,00 %) yang berada dalam kategori Sangat tinggi, kemudian kategori tinggi sebanyak 12 responden (60,00 %), disusul kategori sedang sebanyak 5 responden (25,00 %), sedangkan pada kategori rendah sebanyak 1responden (5,00%), Sedangkan tidak ada responden yang berada pada kategori sangat rendah. Selanjutnya sesuai dengan nilai rata-rata skor yang diperoleh sebesar 114,65 dimana nilai rata-rata tersebut berada pada interval 108-132 yang berarti tinggi. Hal ini berarti bahwa tingkat kesulitan belajar siswa di SMK Negeri 1 Jeneponto berada dalam kategori tinggi.
Setelah diberi teknik deep dialogue sebanyak 5 kali latihan, tingkat kesulitan belajar siswa di SMK Negeri 1 Jeneponto menunjukkan ada perubahan kearah positif yakni keberhasilan yang berarti, dimana kategori kesulitan belajar sangat rendah sebanyak 1 responden (5 %), kategori kesulitan belajar rendah sebanyak 4 responden (20 %), persen kategori kesulitan belajar sedang 13 responden (65 %), kategori kesulitan belajar tinggi 2 responden (10 %), dan tidak ada responden yang berada dalam kategori kesulitan belajar sangat tinggi. Selanjutnya sesuai dengan nilai rata-rata skor yang diperoleh sebesar 88,95 dimana nilai rata-rata tersebut berada pada interval 82 - 107 yang berarti sedang. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesulitan belajar akuntansi siswa setelah diberikan teknik deep dialogue berada pada dari kategori tinggi menjadi kategori sedang.
Uji Hipotesis
Untuk mengetahui signifikasi perbedaan tingkat kesulitan belajar siswa sebelum dan sesudah diberikan teknik deep dialogue digunakan uji statistik non-parametic Wilcoxon Signed Rank Test (Z) ini merupakan uji beda parameter rata-rata. Berdasarkan uji statistic tersebut, dilihat dari perbedaan skor tingkat kesulitan belajar siswa sebelum dan sesudah pemberian teknik deep dialogue, diperoleh perhitungan Z dimana nilai statistic uji Z yang kecil yaitu -3.921 dan nilai sig.2-tailed adalah 0,000 < 0,05. Karena itu hasil uji tersebut secara statistic, dapat dikatakan bahwa ada pengaruh teknik deep dialogue dalam bimbingan kelompok untuk mengurangi kesulitan belajar akuntansi siswa di SMK Negeri 1 Jeneponto, lihat lampiran.
PEMBAHASAN
Pada umumnya diketahui bahwa belajar merupakan kebutuhan yang vital bagi manusia. Aktivitas belajar bagi setiap individu tidak selamanya berlangsung secara wajar. Kadang lancar, kadang tidak lancar, kadang cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang terasa sulit. Siswa yang lancar, berhasil dan tidak mengalami kesulitan, tidak memerlukan perhatian yang terlalu banyak, kecuali dalam hal pemeliharaan dan perbaikan tingkat prestasi belajar yang dicapai, sebaliknya siswa yang gagal, tidak lancar atau mengalami kesulitan belajar perlu mendapat bantuan dan perhatian yang lebih besar dari pendidik, khususnya guru pembimbing agar dapat mencapai perkembangan yang optimal.
Kesulitan belajar pada umumnya diartikan sebagai kondisi dimana anak didik/siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar. Selanjutnya menurut Djamarah, S (2008) kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan, atau gangguan dalam belajar.
Masalah kesulitan belajar siswa dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang dimaksud adalah faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri. Dan faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa.
Masalah kesulitan belajar siswa utamanya pada kesulitan belajar akuntansi jika tidak ditangani sedini mungkin dapat berakibat fatal bagi siswa yang bersangkutan. Akibat tersebut dapat berupa terhambatnya proses belajar mengajar siswa di sekolah, dan rendahnya pencapaian hasil belajar. Oleh karena itu, salah satu cara yang dilakukan oleh peneliti untuk mengurangi kesulitan belajar siswa utamnya kesulitan belajar akuntansi adalah dengan menggunaka teknik dep dialogue dalam bimbingan kelompok. Prinsip dari teknik ini adalah proses dialog yang harus diwujudkan dalam hubungan yang interpersonal, saling keterbukaan, jujur dan mengandalkan kebaikan. (Global Dialogue Institute dalam Arthana: 2010). Sehingga melalui dialog secara mendalam tidak saja menekankan keaktifan siswa pada aspek fisik, akan tetapi juga aspek intelektual, sosial, mental, emosional dan spiritual.
Pemberian perlakuan teknik deep dialogue dimaksudkan agar konseli dapat merenungkan secara mendalam cara pandangnya atau pola pikirnya tentang belajar dengan menelaah, merefleksikan dan memaknai belajar itu sendiri, sehingga kesulitan belajar atau hambatan-hambatan yang dirasakan dapat mengganggu proses belajar menjadi menurun.
Berikut ini diuraikan proses pelaksanaan teknik deep dialogue yang dilaksanakan di sekolah yaitu memberikan perlakuan berupa teknik deep dialogue selama 8 tahap sesuai dengan proses yang dilaksanakan pada saat penelitian. Dimulai dengan pemberian angket kesulitan belajar Akuntansi kepada 20 siswa yang teridentifikasi mengalami kesulitan belajar akuntansi, kemudian memberikan perlakuan berupa teknik deep dialogue sebanyak 6 tahap, tahap pertama yaitu belajar utamanya pada akuntansi. Kemudian dalam beberapa sesi siswa dibagi menjadi 4 kelompok yang tiap kelompok beranggotakan 5 orang. Pengelompokan ini dimaksudkan agar siswa bisa mengemukakan cara pandang mereka dalam menelaah dan merefleksikan makna belajar, utamanya pada masalah kesulitan belajar yang mereka alami yang berupa kesulitan belajar Akuntansi sehingga siswa dapat merumuskan secara umum masalah utama dari permasalahan. kesulitan belajar Akuntansi yang dialami, sebab-sebab mengapa mengalami masalah kesulitan belajar akuntansi, mampu merumuskan tujuan belajarnya, kekuatan apa yang dimiliki sehubungan dengan tujuan tersebut, dan apa yang mesti dimiliki untuk mencapai tujuan tersebut, serta mengetahui bagaimana cara mengurangi kesulitan belajar akuntansi. Selain itu proses pelaksanaan teknik deep dialogue ini dimaksudkan agar Siswa memiliki kemauan untuk belajar lebih baik lagi, dan agar siswa dapat terhindar dari segala hambatan dalam belajar.
Setelah pelaksanaan teknik deep dialogue dilakukan lagi pengukuran tingkat kesulitan belajar akuntansi siswa. Hasilnya adalah tingkat kesulitan belajar siswa di SMK Negeri 1 Jeneponto menunjukkan adanya perubahan kearah positif yakni keberhasilan yang berarti, dimana kategori kesulitan belajar sangat rendah sebanyak 1 responden (5 %), kategori kesulitan belajar rendah sebanyak 4 responden (20 %), persen kategori kesulitan belajar sedang 13 responden (65 %), kategori kesulitan belajar tinggi 2 responden (10 %), dan tidak ada responden yang berada dalam kategori kesulitan belajar sangat tinggi. Selanjutnya sesuai dengan nilai rata-rata skor yang diperoleh sebesar 88,95 dimana nilai rata-rata tersebut berada pada interval 82 - 107 yang berarti sedang. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesulitan belajar akuntansi siswa setelah diberikan teknik deep dialogue berada pada dari kategori tinggi menjadi kategori sedang.
Dari hasil yang diperoleh, tidak semua siswa menunjukkan perubahan yang berarti dalam mengurangi kesulitan belajarnya. Hal ini disebabkan karena setiap individu itu unik, sehingga butuh waktu dan proses untuk merubahnya. Selain itu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menghambatnya dalam mencapai kesuksesan dalam belajar yakni factor intern dan ekstern siswa.
Walaupun tidak semua siswa menunjukkan perubahan yang positif sesudah pemberian teknik deep dialogue, tetapi Berdasarkan uji statistik didapatkan adanya perbedaan yang signifikan tingkat kesulitan belajar siswa sebelum dan sesudah pemberian teknik deep dialogue. Dengan demikian menunjukkan bahwa ada pengaruh penggunaan teknik deep dialogue dalam bimbingan kelompok untuk mengurangi kesulitan belajar akuntansi siswa di SMK Negeri 1 Jeneponto.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian mengenai pengaruh teknik deep dialogue terhadap kesulitan belajar Akuntansi siswa di SMK Negeri 1 Jeneponto, disimpulkan sebagai berikut :
Tingkat kesulitan belajar akuntansi siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Jeneponto sebelum diberikan teknik deep dialogue berkategori tinggi. dan Tingkat Tingkat kesulitan belajar akuntansi siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Jeneponto setelah diberikan teknik deep dialogue berkategri sedang.
Ada pengaruh teknik deep dialogue dalam bimbingan kelompok untuk mengurangi kesulitan belajar akuntansi siswa di SMK Negeri 1 Jeneponto
Saran-Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka diajukan saran-saran sebagai berikut :
Guru pembimbing, hendaknya dapat menerapkan teknik deep dialogue ini sebagai salah satu solusi dalam mengurangi kesulitan belajar siswa.
Kepada para guru di sekolah, hendaknya dapat bekerjasama dengan konselor di sekolah dalam pelaksanaan teknik bimbingan, sehingga masalah-masalah yang berhubungan dengan bidang studi dapat dicari alternatif pemecahan masalahnya.
Kepada rekan-rekan mahasiswa dan peneliti, agar mengembangkan teknik ini pada permasalahan yang berbeda sehingga dijadikan sebagai bahan perbandingan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Abimanyu, Soli & Samad, Sulaiman. 2003. Pedoman Penulisan Skripsi. Makassar: FIP UNM.
Ahmadi, Abu & Widodo, Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimin. 2006. Prosedur Penelitian, suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Arthana, P. Ketut. 2010. Pembelajaran Inovatif berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking. Dalam jurnal Teknologi Pendidikan, Vol.10 No.1, April 2010.
Barror, Rizqoh. 2009. Analisis Kesulitan Belajar Siswa dalam Pembelajaran Akuntansi, (Studi Kasus di SMA Muhammadiyah 2 Surakarta Kelas XI Is Semester Gasal Tahun Ajaran 2008/2009). Skripsi. Jurusan Pendidikan Akuntansi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke Empat. Jakarta: PT Gramdia Pustaka Utama.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Hadi, Sutrisno. 2000. Statistik, Jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset.
Handayani, Alva. 2009. Tips Mengatasi Masalah Kesulitan Belajar (online). http//alvahandayani’sblog.blogspot.com (diakses tanggal 15 Mei 2011).
Jamila. 2007. Penggunaan biblioterapi dalam bimbingan kelompok untuk mengatasi kesulitan belajar pada siswa kelas II sekolah menengah teknologi industry (SMTI) Makassar. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Negeri Makassar.
Mediabk. 2011. Belajar Efektif dan Efisien (online). http://mediabk.blogspot.com (diakses tanggal 15 Mei 2011)
Misbah, M. Kesulitan belajar (online). http://mmisbah.blogspot.com (diakses tanggal 8 November 2010).
Nurwahidah. Konsep atau model Deep Critical dialogue/ critical thinking dalam pembelajaran, (online). http://idazweek.blogspot.com (diakses tanggal 3 November 2010).
Prayitno & Amti, Erma. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil). Jakarta: Ghalia Indonesia.
Romlah, Tatiek. 1989. Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Jakarta: Depdikbud Ditjendikti.
Salamah, Umi. 2008. Pembelajaran Menulis Karya Ilmiah Berbasis Deep Dialogue.Simposium. Jakarta: Depdiknas.
Septiawan, Nurhartanto. 2010. Cara Belajar Efektif dan Efisien (Online). http://septiawannurhartanto.blogspot.com (diakses tanggal 15 Mei 2011).
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
________. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sujianto. 2009. Aplikasi Statistik Dengan SPSS 16,0. Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya.
Swidler, Leonard,dkk. 2007. Trialogue Jews, Christians, and Muslims in Dialogue. New London: Twenry-Third Publication.
Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
____________. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Tiro, 2004. Dasar-dasar Statistik. Ujung Pandang: UNM.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Beserta Penjelasannya. Bandung: Citra Umbara.
Universitas Muhammadiyah Malang. 2010. Bahasa Indonesia untuk Karangan Ilmiah. Malang: UMM Press.
Untari, Sri. Pembelajaran Inovatif Berbasis Deep Dialogue (Online). http://lubisgrafura.wordpress.com (diakses tanggal 3 November 2010).
Wahyono, Teguh. 2009. 25 Model Analisis Statistik dengan SPSS 17. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Winkel & Hastuti, Sri. 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.